"Mr.Nice Guy"; begitu kalimat yang adikku tuliskan saat mengirimi sebuah foto via ponsel. Mataku membasah. Ini adalah entah kali keberapa dia mengirimiku foto lelaki yang kami panggil "bapak".
Beberapa di antaranya adalah foto yang tak pantas bagi saya untuk dibagikan. Sebagai gambaran, foto-foto itu memperlihatkan kondisi bapak setelah bergelut dengan rasa sakitnya. Terkadang bapak harus terantuk meja atau kursi atau langsung terjatuh ke lantai tanpa sempat bersangga pada apapun di sekitarnya.
Foto terakhir yang kuterima bapak sudah dipasangi berbagai macam selang dan kabel di ruang ICU rumah sakit. Penyakit bapak sudah pada puncaknya. Nyaris 24 jam dalam sehari bapak mengalami kejang. Ketika saya tiba di Bandung dan menengoknya langsung, kejang-kejang bapak sudah jauh berkurang. Bahkan siang tadi saya sempat berbicara dengan bapak. Alhamdulillaah bapak masih ingat saya dan menatap saya. Bapak juga sudah mulai bisa makan dan minum tanpa slang.
Saya sempat bertemu dr Benny AW SpBS yang menangani bapak. Setelah kunjungannya ke ICU, dr Benny menyatakan kondisi bapak relatif stabil. Jika sampai Ahad nanti kondisinya tetap stabil maka akan direncanakan operasi pengangkatan tumor otaknya yang konon sudah sebesar buah mangga kecil. "Ini risikonya besar, ya. Pembuluh darahnya banyak. Jadi saya lihat dulu, ya." Kata dokter.
Siapkah kami?
Sudah 11 tahun sejak pertama kali bapak didiagnosis mengidap tumor otak. Saat itu masih berupa flek di tiga titik pada otaknya. Kini ketiganya sudah menyatu.
Ketika itu kami semua sudah siap. Bahkan ketika dokter menyatakan kemungkinannya 50:50 pun, kami pasrah. Namun bila yang bersangkutan enggan menjalani operasi, kami bisa apa? Kami pun harus siap dengan kemungkinan terburuk yang sudah dikatakan dokter bila tak menjalani operasi.
Sebelas tahun bukan waktu singkat untuk bisa hidup berdamai dengan tumor otak. Kami salut dengan kesabaran dan kekuatan bapak menahan rasa sakitnya. Bapak kemudian mengajukan pensiun dini karena sudah tak bisa lagi produktif di kantor. Kondisi bapak perlahan menurun dengan semakin seringnya mengalami kejang.
Kami berupaya juga pengobatan alternatif. Ya, tak berjodoh. Tak ada perubahan apapun pada kondisi bapak. Akhirnya kami pun bersahabat dengan sel abnormal dalam diri bapak itu. Sampai kemudian bapak pasrah kami bawa ke rumah sakit.
Kami mohon doa dari semua kawan. Semoga diberi kelancaran proses menuju operasi, selama operasi, sesudah operasi. Semoga bapak diberi kekuatan dan kesabaran serta keikhlashan.
Bapak Adman Sanmihardja, kami semua menyayangimu...selalu...