Faiz ala Ayu Ting Ting
Satu hari kami berkunjung ke Bandung. Saya sedang menjemur pakaian dan meninggalkan Faiz sendiri di ruang tengah. Ia sedang bermain mobil-mobilan.
Lalu saya curiga karena tak ada ocehan dari mulut lelaki kecilku itu. Biasanya ini tanda-tanda ia menemukan aktivitas baru yang cenderung ke arah merusak atau membahayakan. Maka saya pun menengok melalui jendela samping sekitar empat meter dari tempat menjemur.
Benar saja. Faiz sedang memegang ponsel milik kakakku. Khawatir akan dilempar (biasanya ia memang senang melempar ponsel), kuketuk kaca jendela.
"Tidak boleh! Simpan!"
Faiz menurut. Ia kemudian jongkok dan menaruh ponsel itu di lantai. Ketika ia melakukannya, saya kembali menjemur. Tak disangka, Faiz merasa kehilangan saat tak menemukan saya di jendela. Tiba-tiba ia berseru berulang-ulang sambil menggedor-gedor kaca jendela.
"Ibu! Di mana kau, ibu!"
Saya yang sedang memeras pakaian jadi tak bertenaga. Lucu sekali pilhan katanya.
Masam
Masih di Bandung. Kali ini dengan kakak saya. Faiz mengamati abang sepupunya yang sedang menikmati yoghurt.
"Faiz nggak boleh ya. Ini acem," kata kakakku.
"Masam," sahutnya.
Atau Apa
Saya sudah membiasakan Faiz memilih untuk kepentingannya sendiri. Seperti pakaian dan mainan.
Satu hari Faiz mengajak wawonya bermain bersama. Mereka mendatangi kotak mainan. Karena tak mungkin dimainkan semua, ia diberi pilihan.
"Faiz mau yang mana? Ini apa ini?" tanya wawo sambil menunjuk mainan.
"Faiz mau yang mana? Ini atau ini?" ulangnya mengoreksi pilihan kata wawo.