Minggu, 21 Agustus 2011

(First) Our Time


Empat tahun kami menikah dan satu setengah tahun ini memiliki anak. Bila sebelumnya aku dan suamiku cukup memiliki "our time", ketika sudah bertiga belum pernah terjadi. Kalaupun pergi, ada saja yang ikut bergabung. Bukannya tak senang tapi terkadang aku ingin punya waktu hanya untuk keluarga kecilku ini.

Aku tak memintanya. Suamiku menawarkannya. Tentu saja tak kutolak ketika ia mengajak aku dan anak kami pergi makan di luar pada 17 Agustus lalu. Ia memang tak libur kerja seperti kebanyakan orang kantoran tapi cukup punya waktu luang dibanding hari-hari padatnya.

Penuh semangat kupersiapkan diri dan juga anakku. Usai mandi sore kami sudah rapi hendak ngabuburit bersama suami. Kamipun berangkat menuju satu restoran di kawasan Tebet.

Perjalanan menuju lokasi sungguh mengesalkan. Kami harus bertemu dengan antrean kendaraan sepanjang jalan kenangan, jalan dokter Satrio. Buatku yang baru pertama kali membonceng motor sambil membawa anak dalam jarak yang cukup jauh, agak merepotkan. Aku mengenakan rok sehingga harus duduk menyamping. Anak kami yang kududukkan di antara aku dan suamiku kupegang erat. Repot saja rasanya menyeimbangkan diri dalam posisi seperti itu sambil memegang anak. Tapi alhamdulillah semua selesai dan tak membuat anakku kenapa-napa.

Sesampainya di lokasi, juru parkir bertanya sebelum suamiku memarkirkan motornya. "Sudah pesan tempat belum, Pak? Soalnya penuh sekali di dalam."

Dasar istri sotoy, malah aku yang menjawab. "Belum, Pak. Tapi masa sih hanya untuk berdua saja tidak ada?"
"Silakan saja ditanya ke dalam, Bu."
Akupun melangkah ke dalam restoran. Di sana meja-meja yang biasa tersusun rapi empat kursi dalam satu meja menjadi jejeran meja panjang dengan jumlah kursi di atas delapan. Di masing-masing meja tertera nama dan jumlah orang yang akan duduk di sana. Artinya, meja sudah tereservasi. Tapi itu tak menyurutkanku menuju bagian kasir.
"Masih bisa untuk dua orang, Mas?"
"Waduh, Bu penuh semua."
Akupun berterima kasih dan pamit. Jadilah kami balik kanan kembali pulang. Sepanjang jalan pulang, tempat-utempat makan tampak penuh. Kami tak mau berspekulasi menanyakan satu-satu apakah ada tempat hanya untuk dua orang. Maka gagallah ber-"our time" kala itu.

Tak mau mengulang hal serupa, hari Sabtu aku telepon rumah makan di Tebet itu dan mereservasi tempat untuk dua orang. Malah kutambahkan agar menyediakannya di area lesehan karena akan membawa anak kecil.

Hari Minggu suamiku libur ngantor. Kamipun bersiap usai mandi sore untuk pergi ke restoran kemarin. Anakku bahkan tak sabar dengan terus menarik-narik bajuku mengajakku lekas berangkat.

Pergilah kami menggunakan motor. Kami mengambil rute lain agar tak terjebak kesal karena macet di jalan dokter Satrio. Jalanan yang kami lalui memutar tapi sama sekali tak bertemu macet. Lumayan, hemat kesal.

Jika sebelumnya anakku tak tertidur di jalan, kali ini ia pulas. Bahkan sampai kami tiba di lokasi, ia masih saja tidur. Ia terbangun saat mendekati adzan Maghrib. Seakan tahu bila sebentar lagi waktu berbuka puasa.

Senangnya bisa memiliki "our time" yang benar-benar hanya kami. Anakku juga gembira. Ia ikut memakan ikan, nasi, tempe, dan timun. Kolak yang disediakan restoran dilahapnya. Begitupun jus alpukat suamiku dan air mineral. Jaket yang membungkus badannya sudah ketumpahan berbagai makanan tersebut.

Khawatir lengket, kubuka jaketnya. Maka aku sampirkan kain bedongan dan kain gendongan panjang di bahunya. Kujadikan selimut pembungkus pengganti jaket. Aku tak mau ia masuk angin.

Mengenai kain-kain ini aku bersyukur membawanya. Terkadang aku lupa. Tapi tadi sore aku tak melupakannya. Sampai-sampai suamiku bertanya apa saja isi tasku yang berat itu. Kujawab saja perlengkapan anak. Minta ia maklum bila memiliki anak kecil maka bawaan akan seperti pindah rumah. Masih untung aku cuma bawa satu tas. :D