Selasa, 22 Desember 2009

Senam Hamil


Sabtu lalu kucoba hal baru, senam hamil. Usia kandunganku sudah lebih dari 32 pekan. Kalau dikonversikan, sekitar 7,5 bulan.

Sebenarnya aku sudah ingin mencoba senam hamil sejak usia kandunganku 5 bulan. Namun saat itu pihak RSIA Budi Kemuliaan, tempatku kontrol kehamilan dan senam hamil, menolak. Mereka bilang, jika usia kandungan sudah di atas 7 bulan, barulah ibu-ibu hamil diperbolehkan mengikuti senam hamil. "Ibu, yang penting untuk ibu saat ini adalah makan yang banyak, makan makanan bergizi, bukan senam. Senam nanti saja" kurang lebih seperti itulah pesan yang disampaikan padaku saat bertanya soal senam hamil.

Barulah Sabtu kemarin aku menjalaninya. Senam hamil memang hanya diadakan satu kali dalam sepekan, setiap Sabtu sekitar pukul 10.00. Biayanya Rp 10.000 setiap kedatangan. Kami diperbolehkan menggunakan baju senam yang disediakan tanpa menambah biaya. Lamanya senam relatif. Semakin banyak pertanyaan, semakin lama pula senamnya. Apalagi jika yang mengikuti senam cukup banyak. Ya, memang senam hamil lebih banyak konsultasinya daripada senamnya :)

Aku bukanlah tipe penyuka olah raga. Tapi semenjak kandunganku membesar, aku merasa harus melakukannya. Maklum, ini adalah kehamilan pertamaku dan aku akan melahirkan di Jakarta, bukan di Bandung, tempat orang tuaku berada. Jadinya aku tidak ingin merepotkan keluarga suami. Makanya sebisa mungkin aku berupaya mencari cara agar kelahiranku kelak
berjalan lancar. (KOk kesannya kalau lahiran di Bandung, aku ingin merepotkan orang tuaku ya? Hehe..)

Pada kesempatan kemarin, hanya empat orang peserta senam hamil. Aku adalah ibu hamil dengan usia kandungan paling muda. Lainnya berusia 33, 35, dan 37 pekan. Lucu ya, semuanya berangka ganjil, aku sendiri yang genap, 32. Bentuk perut kami bisa dikatakan mirip. Setelah bertanya-tanya, rupanya hasil USG bayi-bayi kami menunjukkan jenis kelamin yang sama. Keempatnya juga merupakan kehamilan pertama. Benar-benar klop. Yang tidak klop mungkin hanya pemeriksanya saja. Mereka bertiga diperiksa dokter spesialis yang berbeda-beda sementara aku oleh bidan. Tapi alhamdulillah semuanya dalam kondisi sehat.

Senam hamil tak seperti dugaanku sebelumnya. Untuk satu gerakan saja, konsultasinya panjang sekali. Tadinya kupikir senam dulu sampai selesai barulah diadakan konsultasi. Rupanya tidak. Konsultasi berlangsung selama senam. Jadinya lebih santai suasananya. Kami diberi tahu untuk apa manfaat gerakan-gerakan tersebut sekaligus juga bagaimana menjaga kehamilan. Sampai informasi seputar kelahiran dan merawat bayi kamipun mendapatkannya.

Senam hamil lebih bermanfaat jika secara rutin kami melakukannya sendiri di rumah. Kami tidak diwajibkan untuk selalu datang tiap Sabtu lantaran senam lebih bermanfaat jika dilakukan kapanpun saat ibu hamil sedang merasa santai. Hanya saja, jika usia kandungan sudah mencapai 38 pekan, kami dianjurkan datang kembali untuk senam hamil. Pasalnya untuk ibu-ibu hamil dengan usia kandungan di atas 38 pekan akan mendapatkan senam khusus jelang kelahiran, yaitu belajar mengedan.

Terus terang, untuk melakukan senam hamil setiap hari aku masih takut. Entahlah, ada rasa khawatir jika bayiku terganggu.. Jadi saat ini aku melakukannya dua hari sekali menjelang tidur. Rasanya sih masih biasa-biasa saja ya. Tapi bayiku aktif selama ibunya senam. Dia ikutan jumpalitan barangkali. Padahal gerakan senam hamil kan tidak heboh. Kami hanya diajak mengatur pernafasan, menggerakkan kaki agar tidak kram dan mengurangi bengkak, mengangkat punggung dan bokong untuk menghindari ambeyen, dan menggerak-gerakkan punggung hingga pinggang ke kanan dan kiri agar mengurangi rasa sakit pinggang yang mendera ibu hamil selama hamil tua.

Memang pada masanya nanti, kemungkinan lupa sangat besar. Apa-apa yang diajarkan selama senam hamil bisa jadi hilang dalam benak ketika melahirkan. Maklum saja, rasa sakit yang mendera saat kelahiran katanya sih tak tertahankan. Makanya, kata instruktur senam yang juga seorang bidan (aku lupa namanya) mengatakan, kelak petugas akan mengingatkan ibu selama kelahiran.

Ia juga menyarankan kepada kami berempat untuk meminta maaf kepada suami dan orang tua. Tak sedikit yang katanya memarahi suaminya saat melahirkan. Kepada orang tua, sudah jelaslah. Banyak dosa kita kepada mereka. Kita pun dianjurkan memohon restu mereka untuk proses melahirkan kelak.

Aku sudah berangan-angan ingin mendatangi orang tuaku di Bandung. Tapi sampai saat ini belum terlaksana. Suami belum mengizinkan. Bukan karena tidak rukun dengan mertuanya, tapi ia khawatir dengan kandunganku. Maklumlah ini anak kami, kehamilan yang pertama. Kami menantinya sejak 2007. Wajar dong kalau kami punya banyak pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Anak kami, ya wajarlah kami memanjakannya. Kalau bukan kami, memangnya siapa yang mau memanjakannya? Hehe...

Walapun misalnya tidak sampai bertemu muka dengan orang tua, sekarang kan sudah bukan jaman batu. Kami bisa mengontak mereka melalui telepon. Mudah-mudahan itu tidak mengurangi rasa hormat kami kepada mereka. Insyaallah ibu dan bapak di Bandung mengerti. Ibuku selalu bilang, "Anak ibu semuanya peremupan. Ibu sudah siap jika suatu saat nanti diambil oleh suami-suaminya". Paling tidak ibu dan bapak sudah siap mental.

Ah ya, hari ini adalah hari ibu. Selamat hari ibu untuk seluruh ibu di Indonesia, terutama ibuku, Atisah. Semoga Allah memberkahi, merahmati, meringankan langkah, mengampuni segala dosamu wahai ibuku...

Ada satu kalimat yang membuatku menangis tadi siang. Seorang presenter di televisi mengatakan "Walaupun kamu sanggup menggendong ibumu berthawaf dan bersa'i di tanah suci, itu hanyalah satu helaan nafas ibumu saat melahirkanmu dulu".

Kamis, 10 Desember 2009

Nama Anakku

Apalah arti sebuah nama. Begitu penulis asal Inggris William Shakespeare mengemukakan pendapatnya. Mungkin bagi sebagaian orang setuju tapi yang lainnya tidak. Saya termasuk golongan orang kedua. Bagi saya, nama menunjukkan siapa dirinya.

Begitu pula pada saat perut ini sudah semakin menggelembung. Kemarin bidan menyatakan kandunganku sudah berusia 32 minggu. Artinya sekitar enam pekan lagi akan muncul makhluk baru dari rahimku. Amin...

Tentunya makhluk baru itu, manusia baru itu, that my one little baby, akan memiliki nama. Kami, aku dan suamiku, sudah mempersiapkan nama. Siapakah itu? Hehe tunggu saja tanggal lahirnya. Kami belum akan mempublikasikannya.

Mengenai nama-menamai ini lumayan juga perjalanannya. Sejak dinyatakan hamil, aku mulai mencari nama-nama bayi di internet. Sebagian aku simpan sebagai referensi. Bahkan bulan lalu kami membeli buku khusus nama-nama Islam di sebuah toko buku. Aku terus-menerus merengek pada suami untuk diantar ke toko buku. Alhamdulillah bulan lalu dia ada waktu mengantarku. Sebenarnya aku mau saja pergi sendiri. Tapi suamiku merasa khawatir jika aku sendirian. Khawatir dengan kehamilanku ini. Maklum kehamilan pertama 

Kucoba merangkai nama-nama. Menurutku sih indah. Lantaran pernah dinyatakan ada dua janin, akupun semakin banyak merangkai nama. Nama anak laki-laki maupun perempuan. Lucunya, setiap kali merangkai nama laki-laki kok ya terasa feminin. Jadinya aku memutuskan untuk menyerahkan nama laki-laki pada suami. Jadi secara tak langsung, kami berbagi tugas. Aku merangkai nama anak perempuan sementara suamiku laki-laki.

Enth mengapa setiap merangkai nama, aku selalu ingin nama itu terdiri dari tiga kata. Maka ketika suamiku berkata, ”Neng, titip kata ’xxxxxx’ untuk nama kita ya”. Aku bingung. Jika ditambahkan, nama anak semakin panjang tapi rasanya sayang kalau kata titipan suamiku tidak tercantumkan karena arti kata itu adalah doa yang sangat baik. Hehe maaf ya aku tidak mempublikasikannya. Kusimpan untuk anak-anakku.

Akan jadi seperti apa nantinya, aku belum tahu. Saat ini anakku tengah asik bermain di dalam rahim. Sesekali ia menendang, menyikut, menyundul, dan barangkali mengelitiki ibunya. Siapapun namanya kelak, itu adalah doa kami padanya, harapan kami padanya.

Selamat menikmati keehidupanmu di alam sana, Nak. Kami di sini sabar menanti kehadiranmu. Kami berupaya mempersiapkan segala yang terbaik untukmu dan adik-adikmu kelak.

Kepentok

Pekan lalu aku kepentok. Bukan di dahi, tangan, ataupun kaki. Perutku yang kepentok alias terbentur. Ya, perut gendutku ini yang di dalamnya berisi calon anakku.

Ceritanya aku sedang mencuci pakaian. Tempatku mencuci pakaian dan menjemurnya ya satu tempat, di situ saja. Di atas mesin cuci tergantung dua bilah bambu untuk menggantungkan pakaian yang menggunakan hanger alias gantungan baju. Sementara di seberang mesin cuci terletak sebuah jemuran pakaian yang terbuat dari aluminium. Biasanya digunakan untuk menggantung celana panjang, daster, seprai, dll.

Karena di rumah ini personelnya cukup banyak, maka tidak setiap hari aku mencuci. Gantian lah. Toh aku hanya mencuci untuk dua orang saja, aku dan suami. Jadinya kalau setiap hari mencuci rasanya sayang listrik dan air. Maka kukumpulkan saja cucian kami. Aku mencuci dua kali dalam sepekan. Biasanya setelah tiga sampai empat hari baru aku mencuci.

Senin itu aku mencuci. Setelah mengeringkan pakaian, seperti biasa aku menggantungkannya dengan hanger. Kemudian menggantungkannya di bilah bambu. Karena jarak yang cukup tinggi, aku berjinjit. Ketika itulah perutku kepentok.

Perasaanku sih hanya kepentok sedikit dan sebentar. Tapi memang saat itu aku merasa deg-degan dengan kandunganku. Pasalnya perutku jadi agak sedikit mencong. Tapi kucoba menepis bayangan buruk dalam benakku. Kuelus-elus saja perutku sambil kuajak bicara anakku.

Malamnya kuceritakan pada suami. Tapi emamg tak kuceritakan bentuk perut yang agak berubah dan rasa yang kuderita. Aku agak sesak nafas dan pusing. Sengaja aku hanya memberitahu sedikit saja pada suami. Tak tega rasanya jika ia harus pula memikirkan kepalaku, perutku, dan nafasku saat ia baru pulang kerja. Ia berkata, ”Benar nggak apa-apa? Hati-hati ya”. Aku hanya mengangguk.

Hari Rabu merupakan waktu kontrol aku ke terapis. Biasanya aku bersama kakak iparku siang hari. Tapi karena suamiku merasa tak enak badan, maka kami berdua berangkat pagi. Di sana kuceritakan kalau dua hari sebelumnya aku kepentok mesin cuci.

Terapisku memeriksa. Ia bilang, rahimku turun gara-gara kepentok. Ia pun membenarkan posisi rahim melalui pijatan di kaki. Masya Allah sakitnya luar biasa. Pijatan diulang sampai tiga kali. Ketika itu aku tak lagi merasakan sakit. Posisinya alhamdulillah sudah membaik. Kulihat perutku kembali membulat.

Terapisku juga mengatakan, ”Keleyengan ya Rim dua hari ini?” Kupikir bayiku yang keleyengan maka aku merasa bersalah. ”Bayinya ya Pak?” tanyaku. ”Bukan, Rimanya keleyengan ya?” Aku pun mengiyakan. ”Sesak nafas juga kan?” tanyanya lagi. ”Kok Bapak tahu saya sesak nafas?” tanyaku yang juga jawabku. ”Iya kalau kepentok begitu pasti sesak nafas. Dijaga ya, Rim. Kan sayang. Jangan melakukan pekerjaan yang berat”.

Di situlah suamiku baru tahu jika selama dua hari istrinya sesak nafas dan pusing kepala. Dia pun protes padaku. Aku bilang, ”Abis kalau bilang nanti Aa ribut, ngomel”. Eh ternyata dia justru kesal karena tidak diberi tahu.

Sesampainya di rumah, kembali ia menguliahi aku. Kupikir benar juga ya. Ini kan anak kami berdua. Suamiku berhak tahu apa yang terjadi padanya. Apalagi saat ini ia ada dalam rahimku. Tentunya hanya aku yang bisa memberi tahunya apa saja yang terjadi pada anak kami.

Suamiku memperhatikan perutku. Ia bilang ”Benar ya kemarin itu perut Neng nggak kayak gini deh. Ini udah bagus lagi, membulat. Kemarin agak mencong”. Ya Allah aku merasa bersalah. Suamiku ternyata juga memperhatikan bentuk perutku. Jadi malu karena sudah menyimpan ”kecelakaan” mencuci kemarin.

Ada hikmahnya. Aku tidak mau sok jagoan. Kami berprinsip, ini adalah anak kami. Terserah orang mau megatakan apa. Apakah kami terlalu memanjakan kehamilan ini, terlalu khawatir, terlalu berlebihan menjaganya, atau apalah. Ini adalah anak kami. Kami sayang padanya. Kami berupaya menjaganya dengan baik semenjak masih dalam kandungan. Hak kami memanjakannya. Ia belum lahir ke dunia ini. Ia masih perlu dijaga.

Maka omongan orang yang menyatakan aku terlalu malas karena tidak pernah melakukan pekerjaan apapun, tidak pernah pergi ke manapun kecuali kontrol rutin kehamilan, dll. Ini yang kami lakukan dan menurut kami baik. Kami tak mau gegabah. Tapi tentu saja nanti aku juga jalan-jalan untuk membeli perlengkapan bayi. Aku juga akan melakukan apa yang dianjurkan untuk ibu hamil saat menjelang kelahiran, jalan kaki dan menungging. Sebenarnya sudah mulai kulakukan. Ibuku kemarin berpesan untuk melamakan diri saat rukuk dan sujud ketika salat. Itu sebagai langkah awal mempersiapkan kelahiran secara normal. Insyaallah.

Sabtu, 05 Desember 2009

Rencana Belanja


Apa sih sebetulnya yang perlu dipersiapkan lebih dulu menghadapi kelahiran? Saat ini aku menanti kelahiran anak pertama kami. Diprediksi ia akan lahir pada akhir Januari 2010. Tapi jujur saja saat ini aku belum belanja apapun. Oh mungkin satu sudah, kasur baru. Tapi itu bukan untuk bayinya ya..untuk ibu bapaknya. Hehe..

Alhamdulillah ibuku dari Bandung sudah memaketkan sebagian kebutuhan bayi, seperti selimut, kain gendongan, handuk, dan bedongan. Tapi kata ibu mertuaku, bedongan perlu ditambah karena saat lahiran kemungkinan masih musim hujan. Sementara yang lainnya aku belum berbelanja.

Jujur saja malas rasanya ke luar rumah saat perut gendut begini. Bukan karena malu, tapi lelah. Sejak awal kehamilan aku sering merasa lelah. Apalagi saat usianya bertambah. Bawaannya ngantuk melulu.

Aku memang bukan penganut "nanti saja beli perlengkapan bayinya, pamali kalau masih hamil muda". Tapi ketika itu kami masih punya kepentingan lain yang lebih harus mendapatkan perhatian lebih. Nah sekarang ini barulah kami memikirkannya. Ternyata banyak juga ya kebutuhan bayi itu..

Aku sudah mendata apa saja yang menjadi kebutuhan bayi. Bahkan datanya sudah melebar sampai kebutuhan ibunya sampai kebutuhan kami berdua di kamar, seperti termos, wadah air, dll. Kalau dibeli sekaligus, repot bawanya. Kalau belinya nyicil, cape badannya. Hehe...

Bismillah yang penting budgetnya turun dulu deh..Baru dilanjutkan dengan belanja.. Ayo suamiku sayang, kapan budget turun??? Hehe..

Minggu, 29 November 2009

Ubah Posisi

Pernah membaca dan mendengar bahwa mengubah posisi perabot dalam satu ruangan akan menghasilkan nuansa berbeda. Ya tentu saja. Perubahan itu sendiri merupakan nuansa yang berbeda. Itu pula yang kudapatkan tepatnya, kami dapatkan saat kami (aku dan suami) mengubah posisi perabot di dalam kamar.

Sebenanrya sudah sejak lama kami ingin mengubah posisi perabot. Tapi selalu saja tak jadi. Kendala utama adalah rasa malas. Hehe...

Pekan lalu kami membeli kasur baru. Kasur yang jauh lebih nyaman daripada sebelumnya. Ya wajar saja lah. Harganya memang cukup membolongi tabungan. Tapi memang ada harga ada rupa. Kami tak menyesal dengan pilihan itu. Kasur empuk berkualitas tersebut kalau dihitung-hitung secara matematika, sangat murah karena diperkirakan awet sampai lebih dari 10 tahun.

Nah karena sudah membeli kasur, tentu saja mau tidak mau harus segera membongkar kamar. Pertama, kami sudah enggan menggunakan ranjang. Bukan apa-apa, tapi ranjangnya sudah tidak lagi nyaman alias harus pensiun. Kedua, kami merasa posisi tempat tidur selama ini tidak menyenangkan. Terlalu langsung menghadap pintu. Menurut feng shui (aku pernah mendengarnya dari ahli feng shui di salah satu stasiun televisi swasta), posisi tersebut tidak baik karena angin langsung mengenai badan si empunya kamar. Jadinya sering mengalami masuk angin.

Entah benar entah tidak tapi aku memang lumayan sering kerokan. Kami bukan penganut feng shui tapi kami merasa harus mengubah posisi perabot. Sudah bosan. Hehe... Makanya begitu ada kesempatan mengganti kasur, kami pun mengubah posisi perabot secara keseluruhan.

Pelaksanaannya baru dilakukan kemarin alias satu pekan setelah membeli kasur. Bukan malas tapi kesibukan suamiku menjelang Idul Adha kemarin. Maklum, ia memiliki bisnis musiman berjualan kambing. Alhamdulillah berjalan lancar.

Semenjak siang sampai sore kami mengatur lamar. Kebanyakan memang suamiku yang bekerja karena perutku yang membuncit, ia hanya membolehkanku mengangkat barang-barang ringan. Selain itu aku hanya boleh memilah-milah barang yang masih dipakai atau harus dibuang. Sekali dua kali aku juga menyapu dan mengepel. Selebihnya my lovely husband yang mengerjakan.

Ternyata memang benar. Setelah selesai, kamar kami terasa lega. Kami tak menyangka jika ada cukup ruang yang tersisa. Di sana bisa dibentangkan sehelai karpet kecil. Tapi itu nanti sajalah. Kami masih harus membeli perabot yang lain untuk calon buah hati kami. Eh, tapi nanti jadi sempit dong? Haha..tak apalah..kalau masih dalam posisi perabot yang lama malah tak ada ruangnya.

Jadinya tadi malam kami tidur dalam kamar yang "baru". Luar biasa menyenangkan. Mudah-mudahan tak lagi sering badan ini kerokan...:)

Minggu, 15 November 2009

Rahasia Illahi

Kalau ditanya "Udah USG belum?" Pasti kujawab "Sudah". Tapi kalau ditanya "Hasil USG cewe atau cowo?" Kujawab hanya dengan dan senyum. Paling-paling kuberkata "Tunggu tanggal lahirnya saja".

Mencoba diplomatis. Tapi sebenarnya lebih ke arah tidak tahu. Bukannya aku tak percaya teknologi. Aku percaya jika teknologi membantu setiap kegiatan manusia, termasuk mengetahui jenis kelamin sejak masih dalam kandungan. Hanya saja keputusan akhir ada dalam kuasa Yang Maha Esa.

Sudah kudengar berbagai pengalaman yang berkenaan dengan USG dan hasil akhir saat melahirkan. Ada seorang ibu yang dinyatakan mengandung satu janin anak perempuan melalui pemeriksaan USG. Bahkan dengan kabar tersebut, mertua dari ibu tersebut enggan menjenguknya. Maklum sudah tiga anak yang dilahirkannya semua perempuan sementara berdasarkan adat, anak laki-laki adalah penerus keluarga. Maka walaupun lebih dari 10 tahun menikah, anak-anak si ibu belum pernah bertemu nenek dari ayahnya. Nah, atas izin Allah, ibu tersebut malah melahirkan dua anak, seorang bayi perempuan dan lainnya laki-laki.

Ada pula yang ketika USG dinyatakan laki-laki namun begitu lahir berupa anak perempuan. Begitu pun sebaliknya. Ada yang diUSG berjanin satu ternyata lahir dua bayi atau sebaliknya, dinyatakan lewat USG berjanin kembar ternyata saat melahirkan satu bayi saja.

Maka meskipun saat USG terakhir kemarin dokter menyebutkan satu jenis kelamin, aku sih tersenyum saja. Bahkan ketika terapisku menyatakan hal sebaliknya, aku tambah tersenyum. Silakan mereka mengungkapkan fakta yang mereka ketahui berdasarkan keilmuan mereka masing-masing. Kuhargai itu.

Bahkan aku juga menghargai orang-orang yang berkomentar atas perubahan bentuk tubuh dan jerawat di badanku. Ada yang menyebutkan anakku pasti perempuan karena jerawat di wajahku melimpah bahkan menjalar samai ke dada dan punggung. Namun ada juga yang menyebutkan bayiku pasti laki-laki. Pasalnya bentuk perutku monyong ke depan sehingga jika dilihat dari belakang, aku masih memiliki lekuk tubuh, masih berpinggang. Katanya kalau bentuk perutku memanjang sehingga bagian belakangku lurus saja, tanpa pinggang, bayi yang dikandung berjenis kelamin perempuan.

Entahlah... Aku belum pernah hamil. Ini adalah kehamilan pertamaku. Jadi belum masanya aku berkomentar apa pun soal itu. Biarlah seua mengemukakan pendapatnya. toh bayiku masih nyaman di alamnya. Biarkan ia tumbuh dan berkembang dengan aman, nyaman, senang, bahagia. Jangan dulu muncul sebelum waktnya kau lahir ya, Nak... Nikmatilah masa indahmu di sana...

Kamis, 29 Oktober 2009

USG Lagi


Rabu kemarin hari yang sibuk untukku. Hehe maklum jarang ke luar rumah. Pagi-pagi (untukku cukup pagi sekali jam 7 pagi itu) aku sudah mencuci. Pukul 10 aku sudah berangkat kontrol ke bidan di RSIA Budi Kemuliaan. Hari itu memang jadwal aku kontrol plus USG lantaran bulan lalu batal USG dengan alasan dokternya pulang (????)

Alhamdulillah antran tidak sepanjang biasanya. Malah cenderung sepi. Jadinya aku lebih cepat diperiksa. Begitu akan di-USG, seperti sebelum-sebelumnya, aku meminta hasil cetak USG. Jawabannya kali ini berbeda. "Kalau begitu, ibu ke lantai tiga saja. Di sana ibu bisa mendapatkan hasil cetakannya karena itu hak ibu. Kalau di sini milik kami makanya bayarannya murah".

Lucu juga soalnya bukan kali pertama aku memeriksakan diri di situ. Sejak Juni aku memeriksakan diri. Itu adalah kali ketiga aku USG di tempat yang sama. Saat pertama kali USG untuk memastikan kehamilan, aku tidak mendapatkannya karena keburu diprint hanya satu lembar dan aku tidak meminta sebelumnya. Makanya begitu aku minta, dibilang "Ibu, kenapa ibu nggak bilang dari awal, jadi kami bisa print-kan untuk ibu. Nanti lagi kalau mau hasil printout-nya, bilang di muka".

Maka begitu USG berikutnya untuk mengetahui detak jantung (lantaran melalui alat deteksi jantung bidan tak terdengar), aku meminta dimuka sebelum di-USG. Benar saja aku mendapatkan hasilnya. Tapi dimarahi bidan. Katanya "Ibu, ibu nggak boleh lagi seperti itu karena itu adalah hak kami. Lagian untuk apa sih hasil print out-nya?" Sempat aku juga emosi dan kukatakan saja apa adanya kalau itu sudah diberikan kepadaku sebagai hakku. Bidan pun diam dan hanya mencatatkan hasil USG. Dia hanya minta untuk aku selalu membawa hasil itu setiap kali kontrol lagi. Kuiyakan saja.

Nah kemarin aku USG. Karena ditolak dengan alasan murah dan hak rumah sakit, ya sudah aku mengalah. Aku memilih untuk USG di lantai atas dengan bayaran yang lebih mahal, nyaris dua kali lipat. Tak apalah.

Kali ini dokter yang melakukan USG mengatakan janinku satu, jenis kelamin disebutkan (hehe aku tak umumkan) dan berat 1 kg. Katanya untuk ukuran 27 minggu, berat 1kg itu normal minimal. Jadi aku diminta lebih giat makan. Hehe..

Lucunya, setiap kali sedang USG, aku bisa paham apa-apa yang ditunjukkan dokter karena memang jelas adanya. Ada kepala, tulang belakang, kaki, tangan, mata hidung, telinga, mulut (yang bergerak-gerak terus saat pengambilan gambar). Anakku aktif sekali sampai-sampai dokternya agak kesulitan menangkap wajahnya untuk diperlihatkan padaku. Bahkan saat menunjukkan jenis kelaminnya, berputar terus alat dokter yang berada di perutku (aku nggak tahu namanya). Alhamdulillah bayiku nampak sehat. Terima kasih ya Allah...

Nah, begitu diprint, aku bingung. Ini gambar apa ya? Gambar yang mana ya? Wah buta banget. Sampai-sampai bingung sendiri waktu memperlihatkannya ke suami dan orang-orang di rumah. Sebisanya saja aku terangkan.

Sepulang kontrol dari bidan, aku kontrol juga ke Pak Sobri. Memang jadwalku juga sih untuk ambil obat otak. Di sana, aku dikejutkan lagi dengan diagnosa yang berbeda. Jenis kelaminnya beda dan jumlah janinnya tidak sama bahkan ukuran janin pun berbeda. Walah!!!

Memang kami berdua, aku dan suami, tidak ingin mempermasalahkannya. Kami terima saja apapun yang Allah berikan. Mau dua, mau satu, mau laki-laki, mau perempuan, mau gendut atau lebih gendut, semua sama saja. Yang penting sehat. Tapi tetap saja masih suka bertanya-tanya kalau menemukan perbedaan diagnosa seperti ini. Hehe...Kita lihat saja tanggal lahirnya ya...

BTW itu gambar bukan bayiku lo...tapi kira-kira seperti itulah gambaran anak usia 27 minggu.

Sabtu, 24 Oktober 2009

Getaran

Awalnya ga mau ge-er saat perutku menunjukkan gejala pergerakan bayi. Tapi lama-lama ko ya makin sering. Jadinya bukan yakin lagi tapi mantap! Hehe..

Sudah sejak lama Pak Sobri, terapisku, mengatakan kalau bayi yang kukandung sangat lincah. Kata dia, bayiku aktif dan punya degup jantung yang baik. Sehat insyaallah. Tapi karena waktu itu baru berusia sekitar dua atau tiga bulan, aku malah bengong. Aktif? Ko kayanya biasa aja. Malah perutku kurasa belum membesar seperti layaknya orang hamil.

Sewaktu diperiksakan ke bidan pun aku tak yakin. Alat dengar degup jantung bayi menunjukkan kesulitan menangkap sinyal. Akupun diminta USG. Memang saat USG kulihat bulatan di layar yang bergerak-gerak. Senang sekali rasanya. Takjub dan bertanya dalam hati, ko bisa ya? :)

Barulah ketika memasuki bulan keempat mau kelima (aduh susah benar mengingat kapan pastinya) pergerakan di perut itu kurasakan. Kadang suka tertawa sendiri begitu bayiku bergerak. Rasanya seperti getaran mengagetkan karena terjadi tiba-tiba dan hanya sekilas saja. Belum bisa berbagi dengan suami karena getaran itu belum teraba dari luar. Jadinya ya senyum-senyum sendiri saja.

Nah begitu getaran itu makin menguat karena sering kali bukan berupa getaran tapi hentakan dan tendangan, aku bisa berbagi dengan suami. Jika suamiku ada di rumah, aku suka memberitahukannya jika bayiku bergerak. Tapi kalau pergerakannya sangat aktif dan tergolong lama, aku memintanya memegang perutku agar ia juga merasakan apa yang kurasakan. Tak jarang jika bapaknya yang memegang perut, justru anakku lebih aktif. Ia lebih intens bergerak. Barangkali kangen sama bapaknya karena kalau siang hari tentunya dia kerja.

Takjub itu kian bertambah. Ko bisa ya? Duh senang sekali rasanya. Kalau selama ini hanya tahu dari cerita keluarga dan teman-teman, kali ini aku merasakannya sendiri. Kalau selama ini hanya bisa memegang perut kawan yang hamil, sekarang bisa pegang perut sendiri. Terus menerus :)

Alhamdulillah kami diberi kesempatan untuk mengawali menjadi orang tua. Terima kasih Allah. Berikan kami kekuatan, kelapangan ilmu, kelapangan hati, kesabaran yang tak berbatas untuk dapat mempersiapkan generasi-genarasi yang mencintai-MU dan Engkau pun mencintai mereka. Insyaallah mereka masuk ke dalam golongan manusia beruntung. Amin.. My children, i miss you all already :)

Rabu, 14 Oktober 2009

Fahrenheit di Film dan di Duniaku


Fahrenheit 9/11, film dokumenter karya sutradara Michael Moore memang sudah lama dibuat. Hanya saja aku baru menontonnya tadi. Itupun bukan beli filmnya tapi kutonton melalui Star Movie :D.

Aku tak ingin membicarakan tentang isi film tesebut. Pastinya sudah banyak yang meresensi, membahas, membicarakannya, mengkritiknya, memujinya, mendiskusikannya atau apalah. Film itu adalah buah kecintaan seorang Michael Moore dengan negaranya.

Aku hanya akan mengambil sedikit saja bagian dari film tersebut. Tepatnya menjelang film berakhir. Ketika itu Michael Moore dan empat orang relawan penyelamat korban Tragedi 9/11 berada di Kuba. Tak perlu lah aku bahas pelayanan kesehatan di Inggris, Perancis dan Kanada yang juga dikupas Michael Moore dalam film ini. Mereka negara kaya yang sudah sepantasnya memanjakan warganya. Tapi lain halnya dengan Kuba. Sebuah negara kecil yang menjadi musuh abadi Amerika Serikat.

Benar sekali ilustrasi Michael Moore dalam film tersebut. Masyarakat AS (tentunya Indonesia juga dan sebagian besar negara lainnya dunia yang punya ketergantungan sama AS) selama ini dijejali dengan “fakta” bahwa Kuba dalah negara komunis, sadis, tak berprikemanusiaan, jahat, dan propaganda negatif lainnya. Tapi Michael Moore dan empat kawannya mendapatkan “fakta” lainnya.

Aku lupa nama-nama empat kawan Michael Moore. Sebut saja A, wanita keturunan Amerika Latin yang menderita saluran pernafasan. Dia selalu batuk berkepanjangan semenjak menyelamatkan korban Tragedi 9/11. Dokter menyebutkan ia harus selalu menggunakan inhaler yang ia beli dua botol dalam sebulan.

Ada pula B, seorang wanita paruh baya yang harus mengonsumsi sembilan jenis obat untuk penyakit yang dideritanya semenjak tragedi 9/11. Saking merasa menderita, ia ”bersembunyi” di ruang bawah tanah rumah anaknya.

Kemudian C, pria muda nan gempal yang tak pernah tahu dirinya mengidap apa. Ia merasa sakit di seluruh badan, terutama pernafasan. Lalu D, pria paruh baya yang bagian belakang giginya hancur akibat seringnya ia menggemeretakkan giginya. Ini terjadi lantaran trauma tragedi 9/11. Ia juga punya masalah pernafasan. Dokter giginya menyebutkan angka fantastis untuk perawatan giginya tersebut. Ia tak sanggup membayarnya.

Ya, para relawan ini sebagian besar mengalami gangguan pernafasan. Mereka tersiksa dengan gangguan tersebut. Belum lagi jika harus memikirkan pengobatannya. Selain harus mondar-mandir ke rumah sakit, mereka juga harus membayar biaya perawatan. Si C saja sudah tak pernah lagi memeriksakan diri. Limit asuransi kesehatannya sudah habis. Jadinya, ia hanya mendapatkan perawatan selama dua tahun semenjak tragedi 9/11. Setelah itu, ya harus bayar sendiri. Angkanya bisa ribuan dolar AS.

Betapa empat relawan tersebut terharu dengan apa yang mereka peroleh di Kuba. Awalnya mereka ke Kuba untuk mendatangi Penjara Guantanamo yang disebut-sebut sebagai lahan AS. Namun lantaran tidak mendapat tanggapan, mereka mencoba memeriksakan diri di RS di Kuba.
Menakjubkan. Pertama Michael Moore memperlihatkan betapa mudahnya masyarakat Kuba mengakses apotek. Setiap blok perumahan memiliki satu apotek. Di dekat mereka tersedia klinik atau rumah sakit. Sehingga, masyarakat Kuba memiliki akses yang sangat mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Si A mencoba mendatangi salah satu apotek untuk membeli inhaler. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati harga satu botol berukuran sama dengan merek obat yang sama, ia hanya perlu mengeluarkan kocek 3,2 peso atau setara dengan 5 sen dolar AS. Sementara di negerinya sendiri, ia harus merogoh kantong hingga 120 dolar AS untuk satu botol.

Michael Moore tidak menyewa penerjemah karena si A bisa berkomunikasi dengan masyarakat Kuba. Begitu mengetahui harganya, si A langsung berlari ke lar apotek dan menangis. Ia berkata, “Suatu penghinaan jika kami harus membayar 120 dolar As untuk satu botol sementara di sini hanya 5 sen. Anda tahu, 120 dolar AS itu jumlah yang besar. Ingin rasanya membeli satu kopor untuk saya bawa pulang”.

Kemudian Michael Moore membawa mereka ke Havana Hospital. Ia meminta paramedik memberikan perawatan yang sama terhadap empat kawannya seperti halnya warga Kuba lainnya.

Keterkejutan dirasakan sejak awal masuk RS. Mereka hanya diminta menyebutkan nama dan tanggal lahir sebagai data pasien. Tak dilihat warga manakah mereka. Tak juga ditanya apakah akan membayar tunai atau melalui asuransi, atau kartu jaminan social.

Dokternya pun langsung memeriksa mereka tanpa pandang apapun. Bahkan si C harus melalui tahap pemeriksaan dengan menggunakan peralatan yang rumit. Ia diperiksa paru-paru, darah, urine, kepala, dan entah apalagi. Begitu juga si D. Giginya diperiksa menyeluruh. Ia juga diharuskan roentgen. Dan semuanya GRATIS, dibayarkan oleh pemerintah Kuba. Bahkan mereka diberi resep dan pengobatan rawat jalan.

Dua relawan wanita hampir tak percaya. Mereka menangis dan mengucapkan terima kasih berkali-kali. Paramedik yang merawat mereka justru merasa aneh. Katanya, ”Tidak perlu berterima kasih. Hanya itu yang bisa kami lakukan”.

Menakjubkan. Hubungan buruk AS-Kuba yang sudah bertahun-tahun berlangsung tak menyebabkan warga Kuba, terutama tenaga medisnya menyimpan dendam yang sama. Mereka sudah bersumpah untuk merawat siapapun atas dasar prikemanusiaan. Dan itu dipraktekkan di negara yang katanya dikenal bengis dan sadis, bukan negara demokratis seperti AS.

Salah satu dokter Kuba tersebut mengatakan, ”Kuba adalah negara kecil dan miskin tapi kami mampu merawat warga. Seharusnya negara besar yang memiliki kekayaan melimpah bisa berbuat lebih. Kami bisa, kenapa kalian tidak?”

Betul juga. Mereka bisa, kenapa kita tidak? Aku merujuk kata ”kita” bukan pada AS tapi kita, Indonesia. Komitmen dan hati yang berprikemanusiaan adalah kunci untuk mampu melaksanakannya.

Merujuk sebuah tontonan ficer tentang penyelam di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu di televisi lokal membuatku miris. Sangat bertolak belakang dengan apa yang diperoleh warga Kuba dalam hal pelayanan kesehatan.

Penyelam Kepulauan Seribu melakukan aktivitasnya setiap hari tanpa perlengkapan menyelam standar. Mereka hanya mengenakan kaus lengan panjang, celana training, sepatu karet, dan kaca mata renang sebagai perlengkapan kerja. Terkadang mereka menggunakan kompresor jika hendak menyelam ke perairan yang lebih dalam.

Seorang ahli kesehatan menyebutkan, para penyelam ini menghadapi masa depan yang suram. Mereka dihantui dengan kelumpuhan tubuh jika kegiatannya dilakukan terus-menerus. Pasalnya mereka menderita waduh lupa apa namanya tapi yang jelas itu diakibatkan perubahan tekanan yang ekstrim dialami tubuh sejak di dalam air menuju daratan. Tentunya dikarenakan peralatan yang apa adanya.

Benar saja. Dalam tontonan tersebut diperlihatkan seorang lelaki yang sudah 12 tahun menjadi penyelam. Kini ia tak lagi dapat berjalan secara normal. Salah satu kakinya lumpuh. Ia pun sudah tak bisa menjadi penyelam dalam kondisi seperti itu. Padahal usianya baru di awal 30-an. Usia produktif manusia.

Mirisnya, mereka tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai. Boro-boro memeriksakan diri secara keseluruhan alias check-up, untuk mengatasi sesak nafas yang sudah mulai menjangkiti mereka pun pengobatan dilakukan secara tradisional. Menggunakan resep orang tua saja agar hidung berasa lancar menghirup oksigen tanpa hambatan.

Satu-satunya lembaga layanan kesehatan yang adalah adalah Puskesmas. Anda yang berasal dari Jakarta, jangan samakan Puskesmas mereka dengan Puskesmas kecamatan yang ada di daerah Anda. Puskesmas tersebut benar-benar seadanya. Salah satu tenaga medisnya bahkan mengatakan, ”Kami tidak mungkin meminta mereka berhenti menyelam karena itu adalah mata pencaharian mereka. Kami hanya bisa meminta mereka menggunakan teknik menyelam yang lebih aman”.

Ya, itulah faktanya. Layanan kesehatan masih harus bergulat dengan urusan perut, sekolah anak, kontrakan rumah. Otomatis layanan kesehatan tidak berada dalam kolom ”prioritas” dalam pos pengeluaran keluarga. Jangankan kontrol kesehatan, sudah sakit pun kalau masih bisa disembuhkan dengan mengoleskan balsam dan minum teh hangat, tak perlu lah ke Puskesmas, apalagi rumah sakit. Tidak ada dana alokasi khusus untuk itu. Tidak pernah masuk dalam rencana keuangan.

Dengan jumlah 250 juta jiwa warga Indonesia, masa iya sih kita tidak bisa sebaik Kuba dalam melayani warga? Negara kita lebih besar, jumlah orang kaya pun tidak sedikit. Pajak dari mereka kan memang seharusnya diputar Dan benar saja jarang sekali golongan orang miskin mendapatkan layanan yang baik, yang mereka butuhkan.dan dinikmati seluruh masyarakat? Mengapa tidak masuk alokasi layanan kesehatan?

Yang ada masyarakat malah dibuat susah. Kasarnya, kalau ada uang dilayani, kalau tidak ada silakan antre menunggu kapan bisa dilayani. Benar saja, orang miskin semakin sakit saja. Untuk mendapatkan layanan kesehatan yang baik mereka harus memiliki kartu gakin. Pengurusannya tidak bisa segera. Antreannya panjang karena hanya disediakan satu loket. Pengobatannya gratis tapi obatnya tidak selalu gratis. Jadinya tidak pernah tuntas. Itupun hanya untuk golongan penyakit umum seperti diare, pilek, batuk, demam, dll. Kalau masuknya golongan penyakit berat, layaknya HIV, kanker, tumor, wah jangan harap bisa gratis deh.

Rabu, 07 Oktober 2009

Jelang Hobi


Bagaimana sih memulai usaha? Rasanya ingin memiliki usaha sendiri. Kata orang-orang yang sudah sukses, niat adalah hal utama. Kemudian menentukan bisnis yang akan digeluti. Katanya lagi, jangan terpaku dengan apa yang sedang tren melainkan apa yang kita sukai. Nah ada satu hal yang saat ini sedang saya sukai tapi justru belum pernah saya lakukan. Bingung kan?

Sekarang ini saya sedang senang dengan menjahit, mengaplikasi, menyulam, membuat patchwork. Kalau soal mengumpulkan informasi bagaimana melakukannya, sudah saya lakukan. Tapi kalau soal memulai kesenangan saya itu, belum. Entah apa yang membuat saya enggan memulai. Barangkali rasa tidak percaya diri dan malas. Hehe..

Sewaktu SD, saya senang sekali mengerjakan kruistik. Bahkan saat mengisi waktu menjelang buka puasa, saya senang melakukannya. Tapi sayang, saya tidak gemar menyimpan benda-benda berharga. Jadinya hasil karya saya itu entah berada di mana sekarang. Bahkan buku-buku model kruistik yang saya punyai beberapa jilid lenyap begitu saja.

Kalau soal menjahit, bisa dibilang ”bisa nggak bisa.”. Sekadar menisik, membuat som, menjahit jelujur, tikam jejak, dan biku sih biasa ya. Kalau ada pakaian yang robek dan perlu ditisik, sering saya lakukan. Apalagi kalau memasang kancing. Mudah kan? Tapi kalau menjahit dalam artian membuat pakaian secara utuh, wah belum pernah saya lakukan lagi semenjak SMP.

Waktu saya duduk di bangku SMP, selama tiga tahun saya masuk ke kelas minat tata busana. Pernah kami diminta membuat sepasang piyama, rok sekolah, dan busana anak balita. Untuk piayama, saya melakukannya dengan tangan! Ya, saya belum bisa menggunakan mesin jahit dan kebetulan mesin jahit di rumah ketika itu sering macet jadi capek kalau saya harus mengengkolnya agar bisa berputar satu sampai tiga putaran saja. Karena tidak sabar, saya memilih untuk menjahitnya dengan tangan. Hasilnya tidak mengecewakan, cukup rapi.

Kalau membuat rok sekolah, saya lupa bagaimana prosesnya yang jelas rok itu selesai. Sementara pakaian balita, saya mendapatkan bantuan seorang kawan. Saya memilih pakaian baby doll yang ada kerutan di bagian dada. Karena kesulitan, teman saya yang memang jago menjahit membantu saya. (Terima kasih Lia, where are you now?) Ketika itu Lia memiliki seorang ibu yang memang berprofesi sebagai penjahit. Otomatis mesin jahit yang dimiliki lebih komplet fasilitasnya ketimbang mesin jahit ibu saya di rumah, apalagi mesin jahit di sekolah yang tua. Jadilah kerutan manis berhasil disematkan pada baby doll saya.

Setelah sekian lama (saya lulus SMP tahuan 1996), keinginan untuk menjahit hadir kembali. Entah dari mana asalnya. Saya mulai mencari informasi tentang mesin jahit. Rupanya harga mesin jahit mahal ya, sampai-sampai saya tidak tega memintanya pada suami. Saya juga mencari informasi tentang lembaga kursus menjahit yang sekiranya dekat dengan tempat saya tinggal. Tapi suami saya menertawakan. Mungkin dia bingung, masa iya istrinya yang ceroboh ini berminat dengan jahit-menjahit yang memerlukan ketelitian.

Pernah satu hari saya membeli mesin jahit tangan. Besarnya sama dengan hekter alias streples. Waktu itu saya membelinya dengan harga Rp 10.000. Saya membelinya pada penjual keliling yang beredar di dalam bus-bus kota. Tapi rupanya saya dibohongi. Ada satu bagian dari mesin jahit tangan itu yang harus ditambahkan agar bisa mengikat benang. Karena ketika saya mencobanya di rumah, benang sama sekali tidak saling mengikat sehingga jahitan otomatis terlepas beitu benang ditarik sedikit saja. Saya baru mengetahui jika hendak membeli barang yang dijual penjaja keliling seperti itu, lebih baik meminta barang yang dijadikan contoh oleh si penjual. Biasanya, benda yang dijadikan contoh memang berfungsi dengan baik ketimbang barang jualan lainnya.

Beralih lagi ke jahit-menjahit, saya masih penasaran. Maka saya pun beralih mencari informasi tentang menyulam, terutama menyulam pita dan aplikasi serta patchwork yang (barangkali) lebih mudah karena tidak memerlukan mesin jahit.

Ternyata eh ternyata menyulam bukan pekerjaan mudah. Peralatannya pun lumayan banyak dan ribet. Ada seorang ibu pemilik butik pakaian sulaman yang menawarkan diri menjadi instruktur gratis asalkan membawa sendiri perlengkapan. Tapi begitu tahu tempat dia hendak ditemui, waduh mundur lagi deh. Bukan apa-apa, dari tempatku, itu jauh dan macet. Sementara kondisiku yang saat itu tengah hamil muda yang sering sekali mual-mual dan muntah, tidak memungkinkan. Tapi aku tetap menyimpan nama ibu tersebut. Barangkali jika ada kesempatan dan kemauan, aku akan menghubunginya kembali.

Sementara untuk aplikasi dan patchwork, wah senang sekali melihatnya. Ini pun rupanya membutuhkan ketelitian yang baik dan ada alatnya juga ya supaya hasilnya rapi dan enak dilihat.

Ada satu jenis keterampilan yang juga menggugahku, yaitu jahit schmok. Aku tak tahu bagaimana menulisnya dengan tepat. Tapi seperti itulah yang kudengar. Aku pernah satu kali menyaksikan pembuatannya di televisi. Rumit tapi indah hasilnya. Sayangnya si pembawa acara tidak menyebutkan di mana tempat si pengrajin tersebut. Padahal kan siapa tahu dia bisa buka kursus gratisan seperti ibu pengrajin sulaman itu. Hehe..

Jadi saat ini langkahku baru sampai pada tahap mengumpulkan informasi. Selanjutnya bagaimana dan kapan akan maju lebih jauh, aku tak tahu. Hanya saja keinginan untuk bisa menjahit memang masih ada dalam hati. Apalagi semenjak diprediksi aku insyaallah akan memiliki anak perempuan, rasanya keinginan itu agak lebih kuat. Aku suka membayangkan bisa membuatkan anak-anakku pakaian cantik yang tidak akan dijumpai oleh siapapun di toko manapun. Mereka dengan bangga mengatakan, ”Ini baju bikinan ibuku”. Hehe... Ngarep...

Aku juga pernah berangan-angan memiliki usaha di bidang jahit-menjahit. Entah itu berupa toko, butik, atau tempat kursus. Hm..mimpi yang ingin sekali rasanya diwujudkan. Wish me luck!

Minggu, 04 Oktober 2009

Pantangan dan Kebahagiaan


Sejak Februari lalu aku berobat kepada seorang herbalis. Pak Sobri namanya. Pengobatan yang kulakukan berkenaan dengan keinginan aku dan suami untuk memiliki keturunan. Kami sudah menikah sejak Maret 2007 namun hingga saat itu belum juga ada tanda-tanda kehamilan pada diriku.

Alhamdulillah pada bulan Mei aku dinyatakan positif hamil. Bukan hanya oleh Pak Sobri tapi juga testpack dan bidan. Sejak saat itu aku mengalami hal yang berbeda. Berbadan dua (ada kemungkinan berbadan tiga).

Pada tulisan-tulisanku yang lalu sudah beberapa kali kupaparkan alasan kami memilih pengobatan alternatif. Jadi kali ini aku tidak akan memaparkannya, hanya menyinggungnya saja.

Dalam menjalankan pengobatan, kami (aku dan suami) mendapatkan pantangan makanan. Tentu saja pantanganku jauh lebih banyak ketimbang suami. Pantangan yang sampai saat ini harus aku jalani di antaranya adalah cuka, asam kandis, seafood, daging bakar, cokelat, daun pepaya, mangga muda. Sementara yang sudah boleh aku konsumsi adalah kacang mede, eskrim (non cokelat tentu saja), mangga dan pepaya matang, kerupuk. Tapi ada tambahan pantangan semenjak aku positif hamil yaitu melon, sawo, duren, tape, salak, buah atep, nata de coco, air kelapa (boleh dikonsumsi menjelang lahiran). Sedangan pantangan untuk suamiku sudah lepas semenjak aku berhasil dibuahi.

Ada berbagai komentar tetang jalan yang kami lakukan ini. Orang tua kami sudah jelas mendukung. Kami diminta bersabar. Bahkan ibuku ketika kemarin pulang ke Bandung dan memasakkanku ayur lodeh, beliau meminta maaf setelah mengetahui jika cabai hijau ikut dimasukkan ke dalam sayur. Ya mau bagaimana lagi? Sudah masuk perut ya sudahlah tapi aku diminta Pak Sobri untuk kembali berhati-hati.

Namun tak jarang ada juga komentar yang pedas, tak menyenangkan, dan jujur saja membuatku sakit hati. "Ngapain sih pakai dipantang-pantang begitu? Ibu hamil kan perlu nutrisi" "Waduh hamil kok harus mantang-mantang makanan. Kasihan kan anaknya. Tar ngiler gimana" Bahkan ada yang menurutku lebih menyakitkan "Hamil kok nggak bahagia gitu sih? Makan aja serba nggak boleh. Aku waktu hamil makan apa saja tapi anakku baik-baik aja"

Mulanya semua aku ambil pusing, kuambil sedih, kujadikan bayang-bayang dalam setiap kesempatan. Aku malah jadi sedih sendiri. Aau merasa sudah menyusahkan diri sendiri dan calon anak-anakku. Tapi kemudian aku berpikir ulang. Aku salah.

Alhamdulillah jika Allah memberikan karunia keturunan pada mereka-mereka yang berbicara seperti itu dalam waktu yang cepat sehingga tidak perlu mengalami penantian seperti aku dan suami. Alhamdulillah aku diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjadi ibu dan suamiku menjadi bapak dengan melalui penantian ini.

Kesabaran kami tengah diuji. Dua tahun menanti alhamdulillah aku mendapati diri memiiki gejala kehamilan. Hasil USG pun menyatakan aku positif mengandung anak kami. Kesabaran kami juga diuji dengan pantangan makanan. Kupikir pantangan tersebut tak salah. Semuanya ada alasan ilmiahnya. Intinya, demi kebaikan ibu dan anak yang dikandungnya. Barangkali saat ini belum nampak karena anak kami masih berada di dalam kandungan. Tapi kelak kami akan melihat hasilnya. Hasil memantang makanan.

Jika dipikir dengan pikiran terbuka, memantang makanan artinya memilih makanan. Memilih asupan kepada calon anak artinya memilihkan apa yang terbaik bagi mereka, bukan apa yang dirasa enak di mulut. Toh memantang makanan itu juga berarti memilihkan nutrisi yang tepat bagi anak-anakku. Mereka tidak dibiarkan memakan makanan sekehendak hati sejak dini.

Dengan memantang makanan, aku jadi belajar sabar dan menahan diri. Aku tidak biarkan emosi dan keegoisanku menguasai diri dengan memakan apa saja yang kumau. Jujur berat bagiku meninggalkan cokelat dan sayur asem kesukaanku. Tapi sejak Februari lalu aku sudah berhenti mengonsumsinya demi anak-anakku.

Kami berobat dan patuh pada pantangan. Insyaallah anak-anak kami sejak dini merasakan dan belajar tentang kepatuhan. Merasakan dan belajar tentang kesabaran. Merasakan dan belajar tentang memilih yang terbaik.

Jadi, apakah aku bahagia dengan segala pantangan yang harus kujalani selama pengobatan sampai kelahiran anak-anakku ini? YA! AKU BAHAGIA!

Rabu, 30 September 2009

Suntik


Sudah lama juga blog tak kutengok. Hari ini aku akan bercerita tentang suntik.

Seharusnya aku mengontrol kehamilanku ke bidan tanggal 28 September lalu. Tapi bidan sebelumnya berpesan agar aku datang setelah tanggal tersebut. Maklum, saat itu RSIA Budi Kemulyaan baru buka setelah libur lebaran. Dipastikan pengunjung membludak.

Kebetulan eh bukan bukan ditakdirkan jika aku ada di Bandung bersilaturahim dengan orang tuaku pada tanggal tersebut. Maka aku baru mendatangi bidan hari ini. Rencananya, aku akan kembali di-USG. Tapi berhubung dokterya sudah pulang (???aneh ya??) jadinya dijadwalkan kembali bulan depan saat kontrol rutin.

Nah karena melihat riwayat kesehatanku belum diberikan suntik tetanus (mereka menyebutnya TT. Entah singkatannya apa. Aku belum mencari), maka disuntiklah aku tadi siang. Katanya suntikan diberikan dua kali. Kali kedua akan diberikan bulan depan karena jarak waktu pemberian vaksin TT adalah satu bulan.

Terakhir disuntik sewaktu tes darah dan urine di laboratorum bulan lalu. Perasaan sih tidak sakit. Tapi kali ini, waduh sakitnya... Pegalnya itu yang tak tahan. Alhamdulillah diberikan di lengan sebelah kiri karena aku bukan kidal. Kata ibu mertua sih, pegalnya bisa sampai tiga hari. Masya Allah lama juga ya? Mudah-mudahan kuat.

Bidan bilang, kehamilanku berusia 20 minggu. Berat badanku turun satu kilogram. Sempat aneh juga karena sewaktu di Bandung timbanganku naik dua kilogram dari berat terakhir yang tercatat di rekam medis bidan. Tapi tak apalah. Bidan bilang, itu faktor ikutan puasa selama Ramadhan. Wajar. Aku hanya diminta menambah porsi makan supaya berat badanku ikut naik lagi. Enak sekali ya sarannya. Hehe..

Makanya tadi sepulang dari bidan, aku makan mie campur nasi plus telur goreng dan sayuran. Sorenya aku makan bubur ayam dengan sepotong ayam plus suwiran ayam. Oya tadi siang juga makan roti gandum isi vanila. Rasanya enak. Dan sekarang aku lapar lagi. Hehe..

Sabtu, 19 September 2009

Cerita Kentang... Kucoba Memaafkan...

Dari milis. Hikmahnya dalem banget...

Cerita Kentang
(A wise story)

============ ========= ========= ==

Ada salah satu TK (taman kanak-kanak) di Australia, pada suatu hari, guru TK
tersebut mengadakan "permainan" menyuruh anak tiap-tiap muridnya membawa
kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang
tersebut di beri nama berdasarkan nama orang yang di benci, sehingga jumlah
kentangnya tidak di tentukan berapa...tergantung jumlah orang2 yg dibenci.

Pada hari yang disepakati masing2 murid membawa kentang dalam kantong
plastik.Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah
guru mereka tiap2 kentang di beri nama sesuai nama orang yang dibenci..
Murid2 harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja
mereka pergi bahkan ke toilet sekalipun selama 1 mingggu.

Hari berganti hari kentang2 pun mulai membusuk, murid2 mulai mengeluh,
apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap.
Setelah 1 minggu murid2 TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka
kan segera berakhir.

Guru:"Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu?"
Keluarlah keluhan dari murid2 TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa
nyaman harus membawa kentang2 busuk tersebut kemanapun mereka pergi.
Guru pun menjelaskan apa arti dari "permainan" yang mereka lakukan.Guru: "
Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa
memaafkan orang lain."

Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemanapun kita
pergi. Itu hanya 1 minggu bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur
hidup?

Alangkah tidak nyamannya... .."

Kamis, 10 September 2009

Anugerah

Adalah satu anugerah diri ini diberi kesempatan menjadi seorang wanita hamil. Insyaallah dalam beberapa bulan ke depan, jika memang Allah berkehendak, aku berkesempatan menjadi ibu.

Adalah satu anugerah diri ini diberi kesempatan memiliki keturunan. Insyaallah jika memang prediksi terapisku benar, aku dan suami langsung mendapatkan dua keturunan dalam kali pertama kehamilanku ini.

Sejak awal dinyatakan positif oleh terapis, kami diberitahu jika rahimku berisi dua makhluk calon anak. Namun ketika memeriksakannya ke bidan, sebaliknya. Bidan menyatakan aku hanya mengandung satu janin.

Kami memang tak merisaukan berapa janin sebenarnya yang kami kandung. Itu hak Allah untuk menentukan. Hanya saja, boleh dong kalau aku memaparkan sedikit saja apa yang aku rasakan selama kehamilan ini.

Menurut bidan, usia kandunganku saat ini berarti hendak memasuki bulan kelima. Sementara terapisku mengatakan hendak memasuki bulan keempat. Tak masalah karena memang mereka memiliki sistem perhitungan yang berbeda. Bidan menghitung sejak menstruasi terakhir sementara terapisu semenjak aku tidak lagi mens. Jadi ya kalau dipikir-pikir sama saja, dan memang akan terjadi perbedaan satu bulan.

Terus terang, bobitku belum melesat naik. Bisa jadi ini disebabkan aku diminta memilih makanan yang bergizi, bukan yang mengenyangkan. Memang selama berobat ke terapis, aku mendapat bermacam pantangan selama kehamilan. Tujuannya agar kandungan nutrisi yang masuk ke dalam diriku tepat guna, bukan sekadar menuruti keinginan lidah. Alhamdulillah efektif. Meski mendapatkan pantangan, aku tetap bisa banyak makan :D

Aku juga diminta untuk menjaga berat badan maksimal bobot naik 12 kilogram saja selama kehamilan. Menurutku ini baik karena jika terlalu juga akan ada masalah dalam proses kelahiran. Belum lagi gula darah, tekanan darah, dan sebagainya yang bisa memengaruhi proses kelahiran.

Oya maaf jika aku lebih sering mengungkapkan proses pengobatanku dengan terapis ketimbang bidan.Maklum, aku bertemu bidan hanya sebulan sekali sementara dengan terapis seminggu sekali. Baru kali ini saja aku sudah boleh berobat dua pekan sekali. Pemantauan janin oleh terapisku memang tergolong intensif.

Kehamilan kurasakan sebagai sesuatu yang wah. Aku menantinya sejak menikah dua tahun lalu.
Begitu mendengar ada dua janin dalam rahimku,seakan tak percaya. Namun kali ini insyaallah aku percaya.

Perutku kurasakan lebih besar dibandingkan ukuran kehamilan dengan usia yang sama. Bentuknya bulat dan keras di kedua sisi. Memang terapisku mengatakan jika bayi yang kukandung berada dalam dua telur yang berbeda, di kanan dan kiri. Nafasku pun terasa tersengal-sengal. Dan yang pasti adalah rasa lelah yang luar biasa serta laar yang tiada duanya. Namun aku tetap berpuasa. Terapisku bilang, Ramadhan bulan berkah, insyaallah dapat berkahnya. Jadi aku diperbolehkan puasa di bulan suci hanya saja dia memintaku tidak melakukan puasa sunah dulu.

Selain kondisi fisik, aku pun merasakan gejala yang menurutku adalah petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Aku pernah berimpi melahirkan dua orang bayi. Pada papan namaku tertulis: "Jumlah bayi 2 jenis kelamin sama". Terapisku bahkan sudah memberi tahu tentang jenis kelamin anak-anakku. Dan seperti mimpiku, mereka berjenis kelamin sama. Apa jenis kelaminnya? Kita tunggu saja pada saat kelahiran.

Mungkin terdengar konyol tapi aku merasa jika itu adalah salah satu petunjuk. Jika benar, alhamdulillah namun jika tidak, bukan masalah kan?

Namun apapun juga bisa berubah. Yang Maha Berkehendak berkuasa atas kita. Jadi apa yang sebenarnya terjadi padaku, ya tunggu saja tanggal mainnya...:D

Minggu, 06 September 2009

Masakan Sehat

Hari ini terpikir untuk mencari tahu tentang makanan sehatu untuk anak-anak. Kucoba searching dan kudapatlkan beberapa resep masakan sehat untuk anak, terutama untuk usia 1-2 tahun. Nampaknya enak-enak.

Upaya ini sebagai antisipasi saja. Pertama, aku tak bisa masak dan kedua, aku ingin memberikan makanan sehat kepada anak-anakku kelak. Amin..

Mulanya aku sering mendengar jika makanan anak-anak jaman sekarang cenderung tidak sehat. Terlalu cepat siap saji. Dan yang paling sering terdengar adalah makanan mengandung MSG, pewarna, serta pengawet. Kesibukan orang tua cenderung tidak mengindahkan kandungan tersebut. Yang terpenting anak mau makan.

Aku tak mau seperti itu. Dampak yang akan diterima anak bukan saat ini tapi sampai ia dewasa. Aku khawatir dengan segala sebab yang akan diterimanya jika masih saja memakan makanan seperti itu. Makanya kukumpulkan resep masakan sehat dari sekarang supaya siap nantinya. Aamiin..

Dipikir-pikir lucu juga sih. Sekarang ini aku masih hamil muda. Kurang lebih 3,5 bulan. Masa untuk itu lumayan panjang. Tapi kupikir tak apalah mumpung aku masih punya waktu untuk mencari. Nanti jika anak-anakku sudah lahir ke dunia ini aku malah repot dan tak sempat mencari. Khawatir malah terbawa arus masakan instan untuk anak.

Duh Gusti aku ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anakku. Mudahkan aku dalam menjalankan peran baruku meski mereka masih dalam kandunganku.

Senin, 24 Agustus 2009

Beginilah Kalau Diam Saja

Apa yang terjadi dengan dunia kebudayaan Indonesia adalah salah satu bukti jika orang ketika diinjak kakinya diam saja, lalu saat perutnya diinjak dia masih diam saja, maka orang yang menginjaknya lama-lama akan menginjak kepala. Itulah yang dialami Indonesia ketika Malaysia mengklaim banyak produk budaya Indonesia sebagai haknya.

Coba waktu Kain Batik, Aangklung, lalu Lagu Rasa Sayange diklaim oleh Malaysia, apakah ketika itu rasa marahnya Mentri Kebudayaan dan Pariwisata kita, Bapak Jero Wacik, seperti kebakaran jenggot? Saya rasa tidak. Malah cenderung, "yo wis lah sudah terjadi ini".

Nah sekarang ketika Tari Pendet diklaim juga oleh Malaysia,kenapa Pak Jero Wacik baru "ngeuh" kalau "jenggot kebudayaan Indonesia" dibakar habis-habisan? Apakah karena Tari Pendet adalah tari kuno asal Bali? Apa bedanya dengan kain batik yang entah sejak abad berapa sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Apa bedanya dengan angklung yang menjadi alat musik kebanggaan orang Jawa Barat. Apa bedanya dengan lagu Rasa Sayange yang sudah kita dengar sejak kecil dan rasanya Indonesia banget..

Nah, sekarang kenapa baru melayangkan surat protes kepada pemerintah Malaysia? Ke mana saja selama ini? Apakah jika saat ini yang diklaim malaysia adalah Tari Yapong, bukan Tari Pendet maka surat protes itu tidak akan dibuat? Apa tidak merasa kaki, perut, tangan, dadanya sudah diinjak? Apa harus sampai diinjak di kepala baru menyadari jika seluruh badannya sudah diinjak?

Jadi?

Sabtu, 22 Agustus 2009

Puasa Pertama

Ini adalah Ramadhan pertama bagiku dalam kondisi yang berbeda. Saat Ramadhan kali ini, aku dalam keadaan hamil. Insyaallah tiga bulan usia kandunganku.

Alhamdulillah aku sudah melewati hari pertama puasa dengan baik. Semoga bisa sampai akhir bulan nanti. Jadinya aku bisa puasa penuh. Belum pernah nih semenjak dapat haid 17 tahun yang lalu :D

Boleh dibilang isi puasaku hari ini adalah tidur. Aku belum tidur sejak semalam. Sempat aku hendak menuju alam mimpi tapi dikejutkan oleh suara petasan yang tepat dibunyikan di depan pagar rumah. Sontak aku terbangun dan tidak bisa tidur. Akhirnya aku memotong tempe untuk digoreng. Barulah setelah shalat subuh aku tidur.

Tapi dasar sedang berbadan dua (atau tiga ya? :D), saat sedang tidur selalu ingin mengosongkan kandung kemih. Ada sekitar tiga atau empat kali aku ke kamar mandi sampai akhirnya aku bangun pukul 10 pagi.

Setelah menyetrika dan mandi, rasa kantuk tak jua hilang. Akupun tidur lagi. Padahal rencananya aku hendak memeriksakan kandungan ke bidan. Tapi melihat jam di dinding sudah mepet waktu pendaftaran, akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi bidan Senin nanti.

Aku bangun pukul 13.30 lantaran lagi-lagi ingin membuang air seni. Lalu setelah shalat dzuhur, aku tidur lagi sampai pukul 16.00. Ya sebenarnya tidak lelap juga karena panas. Tapi memang semenjak hamil, aku jarang tidur pulas. Ada saja yang membuatku terbangun.

Dipikir-pikir, aku seharian tidur. Waduh... Memang sih, tidurnya orang yang berpuasa ibadah tapi perasaan jadi malu sendiri. :D

Kalau mendengar cerita kawan yang pernah bermukim di jazirah Arab, Ramadhan adalah bulan berbalik 180 derajat. Artinya, kehidupan diputar dari siang menjadi malam. Saat Ramadhan, perkantoran dan pasar tutup di siang hari dan buka di malam hari. Jadi mereka tetap beraktivitas hanya waktunya saja yang diubah. Sepanjang siang adalah masanya mereka beristirahat dan beribadah. Ya kira-kira sama lah dengan saat magrib sampai menjelang subuh kalau di kita. Orang banyak yang sudah berkumpul di rumah dengan keluarga setelah seharian beraktivitas. Di tengah lelapnya tidur, terkadang (mungkin ada juga yang menjadikannya rutinitas) terbangun dan mengerjakan shalat tahajjud.

Jadi, Ramadhan bukan alasan bermalas-malasan dan mengurangi jam kerja. Semua sama. Hanya waktunya yang diubah. Istilahnya mungkin seperti variasi hidup. Jadinya hidup tidak monoton. Ada masa berbeda yang diberi berkah lebih sama Yang Maha Kuasa.

Nah kalau tidur di siang hari seperti yang kulakukan, masuk kategori ini tidak ya? Hehe...

Semoga aku bisa menjalani puasa dalam keadaan hamil kali ini dengan baik. Berkah Ramadhan yang tak hadir setiap hari ingin aku raih untuk bisa jadi bekalku kelak. Terapisku juga menganjurkan untuk puasa. Tapi ia tidak menganjurkan untuk puasa sunah. Barangkali suasana Ramadhan yang di saat itu semua orang juga berpuasa akan menguatkan ibu-ibu hamil (dan menyusui) untuk ikut berpuasa. Tentu saja dapat berkah juga. Aamiin...

Minggu, 09 Agustus 2009

Kue Marie


Tahu kue marie kan? Itu adalah kue ciri khas anak-anak yang baru belajar mengunyah. Kalau sekarang sih pasti sudah banyak ragam merek dan jenis. Tapi kalau di jaman saya kecil dulu, kue marie yang paling ngetop adalah Marie Regal (maaf tidak bermaksud promosi).

Ciri khas kue ini adalah bentuknya yang bundar sempurna. Rasanya (kalau dulu sih) sangat berasa susu. Sekarang kuakui rasanya sudah tak seperti dulu. Walaupun, jujur saja, sekarang aku masih mengonsumsinya. Saat hamil seperti sekarang ini, rasa lapar sering mendera. Biskuit adalah pengganjal perut yang setia. Memang jenis biskuit yang ada di dalam lemariku macam-macam tapi Marie Regal sering kali bertengger di antaranya.

Kuibaratkan kami berdua, aku dan suami, sebagai kue marie. Ide itu terlontar begitu saja saat kami berdua berfoto bersama di satu acara. Ketika itu suamiku memegang kamer dan menjepret kami berdua begitu saja. Sudah tentu yang sangat nyata adalah wajah kami berdua dalam jarak yang sangat dekat. Keduanya bulat. Spontan saja aku berkata, "Kayak kue marie". Setelah itu, setiap kali kami mengambil foto berdua, memang yang nyata adalah kebulatan dua wajah kami yang seperti kue marie.

Kalau misalnya aku perhatikan, kami berdua memang ada kemiripan. Di wajah kami, tepatnya di hidung kami, terdapat tahi lalat yang cukup mencolok. Letaknya nyaris tepat sama. Kemiripan ini sudah tentu ada sejak kami lahir.

Memang kata orang, kalau sudah menikah akan jadi miripsatu sama lain. Ini dikarenakan sudah ada pencampuran di antara keduanya. Itu juga yang kurasakan. Pernah satu kali seorang kawan terkejut saat mengetahui aku ini keturunan suku Jawa dan Sunda. Dia spontan berkata, "Saya pikir dari Sumatera. Wajahnya kayak orang Sumatera,". Padahal yang punya darah dari Pulau Andalas adalah suamiku. Tapi kalau soal tahi lalat di hidung, itu sudah dari sononya lo, bukan karena ingin jadi mirip lantas salah satu dari kami menjalani operasi tahi lalat.

Untuk urusan lain pun aku rasa kami berjodoh. Sewaktu belum menikah, kami pernah ngobrol-ngobrol. Ternyata kami sama-sama tidak doyan AC dan bukan penggemar daging kambing. Kami sempat tertawa mengetahui kesamaan tersebut. Maka sewaktu keluarga kami mengetahuinya, semua serempak berkata "Wah jodoh nih..." Aamiin..

Kembali ke kue marie. Sekarang ini kami berdua sudah dalam masa subur. Artinya, kami berdua sudah lebih gemuk dari sebelum kami menikah. Maka kue marie ala kami berdua memang jadi lebih lebar. Setiap kali mengaca berdua, jadi ingin tertawa. Sangat bundar....

Minggu, 02 Agustus 2009

Membaca Foto USG

Pekan lalu aku membawa hasil foto USG keduaku ke Pak Sobri. Hasil USG pertama tidak sempat aku meminta kepada dokter. Pa Sobri memperhatikan dengan seksama dan menunjukkan sesuatu yang sangat berbeda dengan yang dokter tunjukkan padaku sebelumnya..

Pak Sobri mengatakan bahwa foto USG menunjukkan dua gumpalan embrio. Artinya, di dalam rahimku terdapat dua calon bayi. Ia mengatakan, usia kandunganku 9 minggu jika dilihat dari foto USG. Ukuran embrio yang satu lebih besar dari yang lain.

Sedangkan saat pengambilan gambar, aku lumayan cerewet bertanya pada dokter. Makanya dia menunjukkan padaku apa-apa yang ada dalam rahimku. Dia bilang, aku hamil 13 minggu dengan satu janin. Dia tunjukkan mana yang bagian kepala dan mana yang masuk kategori badan. Aku bertanya, "Nggak dua dok?" Dokter menjawab, "Saya lihat ada satu. Memang kenapa, Bu?" Aku jawab lagi, "Habis kata orang-orang aku gendut banget" Dan dokter menjawab, "Itu berarti ibu yang gendut, bukan bayinya".

Jujur, aku bingung. Dua orang yang memiliki pengalaman membaca hasil USG menyebutkan hasil yang berbeda. Aku yang baru pertama kali merasakan kehamilan otomatis harus mencari opini kedua. Kutunjukkanlah foto USG itu kepada orang-orang di rumah. Nyaris semua orang setuju dengan Pak Sobri. Mereka bilang, "Mana mungkin bayi dalam kandungan posisinya melintang? Di mana-mana bayi tuh posisinya berdiri. Nanti mendekati bulannya lahir, dia muter jadinya kepala di di bawah".

Merasa belum puas, aku pun mengolahragakan jari-jari tanganku di atas keyboard komputer. Kucari foto-foto USG di situs www.i-am-pregnant.com. Di situs ini lumayan lengkap penyajian informasi seputar kehamilan minggu ke minggu berikut foto USG-nya. Kucari foto USG kehamilan kembar dua. Kusamakan dengan foto milikku. Hasilnya tidak jauh berbeda.

Ya, bukannya mau mencari siapa yang benar atau siapa yang salah. Toh semuanya belum terbukti kan? Anakku masih ada dalam kandunganku. Alhamdulillah masih senang di dalamnya. Hehe.. Kita lihat saja nanti sambil tetep doain kami ya..

Selasa, 28 Juli 2009

USG Ke-2

Sabtu kemarin aku melakukan USG kedua kalinya. Ini dikarenakan ibu bidan tidak juga menemukan denyut jantung bayi melalui alat dengar yang biasa digunakan bidan. Padahal saat menekan-nekan perutku, ia menemukan tonjolan yang kemungkinan berisi janin.

Saat melakukan USG, subhanallah... Aku ingin menangis sekaligus gemas. Janinku sudah berbentuk bayi. Ukurannya mini, 6,3 cm. Tapi bentuknya sudah jelas-jelas manusia. Denyut jantungnya baik. Bahkan ia bergerak cukup aktif. Usianya sekitar 13 minggu.

Sampai saat ini, USG masih menyatakan janin dalam rahimku tunggal alias satu saja. Namun Pak Sobri masih mendeteksi adanya dua janin. Mana yang benar, kita tunggu saja sampai waktunya tiba. Satu atau dua sama-sama anugerah untukku dan suami.

Dari hasil USG diperkirakan bayiku akan lahir pada 1 Februari 2010. Sementara berdasarkan hasil pemeriksaan awal, bayi kami akan lahir pada 30 Januari 2010. Sedangkan suamiku bersikukuh lahir pada 29 Januari 2010, sama dengan tanggal lahirnya. "Biar irit numpengnya" begitu candanya.

Kapanpun itu, aku hanya memohon bayiku atau bayi-bayiku tumbuh dengan baik, menjadi anak yang menyenangkan, tidak merepotkan siapapun, pokoknya segala yang terbaik pasti kuharapkan, kuduakan..

Sekarang, tinggal bagaimana ayah dan ibunya ini mempersiapkan diri jadi orang tua, lahir batin. Terutama menghilangkan atau minimal mengurangi ego. Hm...tak semudah berbicara memang...

Minggu, 26 Juli 2009

Pengobatan Alternatif

Mendengar "pengobatan alternatif" tak jarang membuat sebagian orang alergi. Saya juga dulu begitu. Malas saja. Hampir semua pengobatan alternatif tidak menarik perhatian saya. Selalu tidak masuk akal bagi saya.

Tapi sekarang tidak lagi. Semua berawal dari keinginan saya dan suami untuk memiliki keturunan. Suamiku yang memang pernah menjadi korban mal praktek dokter di masa kecil, jadi trauma kalau berhubungan dengan dokter. Karena itulah kami memutuskan untuk berobat dengan cara yang lain, alternatif lah istilahnya.

Salah satu teman suamiku memberikan rekomendasi berobat ke seorang herbalis atau terapis, apalah namanya. Ia lebih dikenal dengan nama Pak Sobri. Rupanya ia sudah tersohor meski tak pernah beriklan di mana pun, memasang papan nama pengobatan di depan rumah, atau mejeng di televisi mempromosikan diri. Bahkan ia tidak pernah menentukan tarif pengobatan.

Pertama kali datang ke sana, aku khawatir jangan-jangan pengobatan yang dilakukan masuk dalam kategori "tidak masuk akal". Rupanya lain sama sekali. Kami berdua masuk ke dalam ruang tamu dan langsung diperiksa melalui kaki dan tangan. Untuk perempuan yang ingin hamil juga diperiksa perutnya.

Alhamdulillah ternyata masalah kami tidaklah besar. Saya juga sempat heran mengapa hanya dipegang saja bisa ketahuan? Tapi lama-kelamaan saya bisa paham. Itulah anugerah Tuhan untuk seseorang agar ia bisa menolong orang lain di sekitarnya dan semua akan terasah jika memang rajin dipraktekkan. Toh ia juga ternyata mempelajari ilmu kesehatan modern dan tradisional. Jadinya, dia bisa membuat obat sendiri yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Umumnya masalah yang timbul karena ketidakseimbangan hidup lantaran pola makan dan pola hidup yang tidak sehat. Jadinya pengobatan yang dilakukan pun meminta kami kembali mereset tubuh dengan cara menjauhkan diri dari makanan yang bisa merusak sistem tubuh.

Alhamdulillah setelah tiga bulan berobat, saya dinyatakan positif hamil. Meski begitu, kami tetap harus rajin datang sepekan sekali untuk mengontrol perkembangan janin.

Saya senang ada orang yang dikasih kelebihan sama Yang Maha Kuasa dan dia tidak menyia-nyiakannya. Ia membantu orang lain yang membutuhkan. Bukan hanya soal kehamilan tapi juga penyakit yang lain. Hanya memang yang banyak datang ke sana rata-rata mereka yang ingin memiliki keturunan.

Untuk Anda yang memang membutuhkan, Anda bisa datang ke rumahnya di sekitar Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Tepatnya di pertigaan Jalan Dewi Sartika-Jalan Kalibata. Kalau dari arah Cawang menuju Cililitan, dia ada di sebelah kiri, masuk gang yang ada di sebelah Rumah Makan Padang Beringin. Gang ini hanya cukup dimasuki satu motor. Jadi untuk Anda yang membawa mobil, bisa parkir di tempat lain. Mungkin di PGC. Dari gang tersebut sekitar 200 meter ke dalam, Anda bisa menemuka rumah Pak Sobri. Jangan kaget sekiranya sampai di sana orang sudah banyak antre. Jadwal pengobatan setiap hari Rabu, Kamis, dan Sabtu mulai pagi hari.

Rabu, 22 Juli 2009

Smile

Setelah Michael Jackson meninggal dunia, lagu ini sering sekali berkumandang. Liriknya bagus.. Yuk kita senyum..

Smile

Smile, though your heart is aching
Smile, even though it's breaking
When there are clouds in the sky
You'll get by...

If you smile With your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll find that life is still worthwhile if you'll just...
Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying
You'll find that life is still worthwhile
If you'll just...
Smile, though your heart is aching
Smile, even though it's breaking
When there are clouds in the sky
You'll get by...

If you smile
Through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll find that life is still worthwhile
If you'll just Smile...

That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying
You'll find that life is still worthwhile
If you'll just Smile

Kamis, 16 Juli 2009

Minggu Ke-9

Kemarin aku kontrol kandungan ke terapisku. Alhamdulillah antriannya tambah panjang saja. Cape juga rasanya menunggu.

Minggu uni masuk pekan ke-9. Alhamdulilllah perutku makin membuncit. Aku merasa di bagian kiri lebih membumbung dari bagian kanan. Terapisku bilang, janin di sebelah kiri pertumbuhannya memang lebih cepat dari yang kanan. Ia sudah memiliki detak jantung yang sagat jelas. Sementara saudaranya, janin di sebelah kanan belum sejelas itu. Tapi alhamdulillah kondisi keduanya baik.

Terapisku sudah menyebutkan jenis kelamin janin yang kiri. Tapi sengaja aku tak sebutkan di sini biar rahasia terjaga :) Kalau yang kanan, dia belum mau menyebutkan. Jadi nanti saja lah.. Hanya saja ia meminta aku memfokuskan ke bagian kanan saat USG kelak. Tujuannya agar janin terlihat jelas sehingga kondisinya dapat diketahui.

Takjub rasanya mengetahui perutku sedikit demi sedikit membuncit. Nafasku pun terasa berat. Sekarang ini aku mudah lelah dan senang sekali tidur. Bukan tidur karena bermalas-malasan tapi tidur karena sangat lelah.

Pernah satu hari aku bangun tidur jam 08.30 (kebiasaan tidur lagi setelah subuh karena baru tidur jan 02.00 atau jam 03.00). Setelah mandi dan bebenah kamar, aku ngantuk berat. Jam 11.00 tertidur. Sangat lelah. Suamiku saja sampai tidak tega membangunkan aku untuk mengambil dompet yang dititipkannya padaku saat di mandi.

Suamiku sering kali tertawa mendengar ceritaku soal tidur. Siang pasti tidur. Sehabis magrib juga tidur. Tidur terus. Malam sudah pasti lebih dulu aku yang tidur daripada suamiku. Tapi selalu dia berkata, "Nggak apa-apa, Neng. Memang begitu orang hamil. Apalagi ada dua. Istirahat aja".

Dia memang sangat khawatir dengan kehamilanku. Aku tidak diperkenankannya ke mana-mana. Paling banter seminggu sekali aku ke luar untuk kontrol ke terapis. Selain itu, sangat jarang. ku minta izin ke Tanah Abang untuk membeli pakaianpun ditolaknya. "Nanti aja kalau udah lebih dari empat bulan". Aku hanya boleh pergi sendiri ke apotek. Jaraknya sekitar lima menit naik angkutan umum dari rumah.

Naik turun tangga di rumah sering kena omel. Mencuci baju tak boleh banyak-banyak. Aku sudah stop banyak kegiatan di rumah. Istitrahat sja yang dimintanya. Aku maklum dan menurut saja. Ini adalah anugerah yang kami tunggu sejak dua tahun lalu, sejak kami menikah. Makanya kami memang harus menjaganya. Ditambah lagi kehamilanku ini pakai mabok-mabokan. Jadinya suami memang khawatir.

Sabar saja karena memang barangkali aku harus banyak istirahat. Jika benar ada dua janin dalam rahimku, aku butuh ekstra tenaga untuk mengurus mereka kelak, bukan? Kalaupun hanya satu, tetap saja tenagaku juga ekstra karena bayi katanya sering ngjakin begadang di malam hari. Hehe..

Bismillaah...

Lagi-lagi Soal Bahasa Indonesia


Semalam nonton dialog di TV. Dialog ringan saja, tentang mengenang masa lalu. Lima nara sumber yang pernah jaya di era 70-80an ketika masih belia membeberkan pengalaman mereka. Seru sekali.

Dialognya sendiri tidak ada masalah. Yang sedikit mengganggu justru menjelang akhir acara. Pembawa acara mengundang anak dari tiga bintang tamu yang hadir. Ketika ia bertanya, "Pernahkah kalian melihat aksi papa, mama, dan tante-tante di sini ketika mereka kecil?" Mereka menjawab, "Never!" Kemudian dialog berlangsung dalam bahasa Inggris.

Saya tidak anti dengan bahasa asing, apalagi bahasa Inggris. Bahasa asing penting. Tapi tidak sebegitu pentingnya sampai-sampai tidak mengindahkan bahasa bangsa sendiri. Anak-anak bintang tamu itu paling baru duduk di bangku SD tapi tidak berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Tampaknya mereka juga bukan keturunan bule.

Sedih saja rasanya di usia belia sudah dikikis secara perlahan ke-Indonesia-annya. Bahkan mereka tidak bisa menyanyikan lagi "Di sini senang, di sana senang" yang dinyanyikan bersama-sama pada akhir acara. Mereka hanya senyum-senyum saja. Padahal lagu itu sangat umum dinyanyikan di TK-TK di Indonesia.

Mungkin sekarang bahasa yang terkikis, nanti apa lagi? Bagaimana mereka akan menjadi pewaris bangsa ini jika sedari kecil saja rasa ke-Indonesiaannya sudah dikikis. Bisa-bisa ketika saatnya tiba mereka menjadi pewaris, tidak lagi merasa menjadi bangsa Indonesia. Akan ke mana bangsa ini?

Sedih rasanya. Anak-anak pesohor yang jusru mencontohkan ini. Sebelumnya saya juga menuliskan tentang hal senada dalam "Bisa Bahasa Indonesia, Sedikit".

Kamis, 09 Juli 2009

Minggu Ke-8

Tadi siang aku kontrol kehamilan ke terapisku. Antriannya masya Allah panjang banget. Aku sampai jam 11 siang baru masuk ruang praktek jam 14.30. Tidak seperti biasanya seperti itu. Maklum saja, Rabu kemarin Pilpres jadinya pasien Rabu menumpuk di hari Kamis.Pasien Kamis tetap datang sesuai jadwal. Jadinya numpuk.

Alhamdulillah janin di dalam rahimku kondisinya baik. Bahkan terapisku bilang, "Wah cepat juga nih pertumbuhannya. Detak jantungnya bagus". Alhamdulillah. Mudah-mudahan itu gejala yang baik. Dia masih menemukan dua detak dalam rahimku. Mudah-mudahan saja memang benar adanya dua janin. Tapi kalaupun hanya satu, tetap kami terima ko. Anak kan anugerah. Nggak bisa kita yang menentukan.

Gejala-gejala yang kurasakan masih sama. Mual, muntah, lesu. Satu lagi yang sering kejadian, tidur mellu. Aku ngantuk luar biasa. Tidur biasanya jam 02.00 (bandel ya?) lalu bangun shalat subuh. Tidur lagi sampai jam 08.00 atau 09.00. Nanti setelah shalat dzuhur pasti ngantuk lagi. Tapi suka aku tahan. Nanti sekitar jam 15.00 sudah tidak bisa ditahan lagi ya tidur. Lalu setelah shalat magrib, pasti ketidur meski hanya setengah jam.

Suamiku sih pengertian. Dia tidak mempermasalahkan keinginan tidurku yang luar biasa itu. Dia bahkan kemarin bilang, "Nggak apa-apa kalau ingin tidur, ikutin aja. Mungkin waktu tadi, anak kita lagi main jadinya sekarang dia capek. Jadinya ngantuk" Aku sih senyum-senyum saja. "Mungkin mereka main catur ya, A? Atau main tebak-tebakan?" Giliran suamiku tersenyum.

Barangkali saja apa yang dikatakan suamiku ada benarnya. Makhluk-makhluk ini ada di dalam rahim, tak kasat mata. Jadi wajar saja kalau kita tidak bisa melihat setiap apa yang dilakukannya di dalam sana.

Wah rasanya jadi tak sabar ingin melihat mereka. Seperti apa ya nanti? Seperti ibunya? Atau bapaknya? Hehe..
Duh Gusti, lindungi kami...

Minggu, 05 Juli 2009

Ingin Bisa Masak

Gimana ya caranya menimbulkan minat untuk memasak? Sejujurnya saya doyan makan. Tapi kalau disuruh masak, wah nggak deh. Padahal katanya kalau doyan makan biasanya bisa masak. Soalnya cita rasa masakan akan lebih pas di lidah.

Dari semenjak gadis, saya paling malas kalau di suruh ke dapur. Mendingan disuruh nyetrika deh. Biar panas-panas juga, sekalian olah raga. Hehe.. Tapi lucunya di antara kami bertiga kakak beradik (dan perempuan semua), sayalah yang diberi tanggung jawab memasak selama kurang lebih empat hari untuk keluarga. Waktu itu ibu ada penataran istri pegawai dari kantor bapak kalau tidak salah. Padahal adikku lebih senang berada di dapur ketimbang saya. Tapi ibu memberikan tanggung jawab itu kepada saya.

Jadilah saya menyusun menu untuk empat hari. Saya minta resep yang mudah-mudah saja sama ibu. Apa saja resepnya saya lupa. Yang saya ingat hanya satu, saya membuat krecek.

Selama empat hari itu sayalah yang memasak. Kalau tidak salah saya masih duduk di bangku SMP. Nah setelah ibu pulang, saya tinggalkan jauh-jauh yang namanya dapur. Hasilnya, saya tidak bisa memasak. Tak satu resep pun saya ingat. Padahal kalau menyaksikan ibu memasak sih sudah sangat sering. Hanya saja tidak saya hafalkan.

Sekarang saya sudah menikah dan tetap tidak bisa masak. Suami saya malah jauh lebih jago. Dan, soal rasa, dia bisa dibilang luar biasa. Tahu saja dia kurang ini sedikit itu sedikit. Padahal kalau saya yang coba memasak, asalkan terasa garam dan gula serta pedas tentu saja, cukup. Hehe...

Tak tahulah. Sudah seumur gini masih saja tidak gape masak. Bahkan minat pun tidak. Hm...gimana ya?

Rabu, 01 Juli 2009

USG Pertama

Dua hari lalu aku memeriksakan diri ke bidan. Mulanya detak jantung janin tidak terdeteksi. Maka akupun melakukan USG. Alhamdulillaah ditemukan satu detak jantung bayi. Aku pun melihatnya di layar komputer janin tersebut berdenyut-denyut. Kalau tidak salah ukurannya 1,9 mili. Subhanallah di ukuran sekecil itu rupanya ia sudah memiliki jantung, otak, paru-paru yang baik bahkan sedang proses pembentukan tulang. Usianya sekitar dua minggu.

Memang deteksinya berbeda dengan hasil diagnosa terapis. Ia menyebutkan usia kandunganku memasuki pekan ke enam dan ditemukan dua calon bayi, dari telur sebelah kanan dan kiri. Aku tak peduli siapa yang benar. Saat ini aku fokus pada kesehatan kami, calon ibu dan calon anak.

Aku masih mengalami gejala pusing dan lelah. Bahkan muntah-muntah pun masih lumayan sering terjadi. Mungkin benar apa yang disebutkan orang selama ini. Gejala-gejala seperti itu akan dirasakan selama trimester pertama, alias tiga bulan pertama masa kehamilan. Jadi ya siap-siap saja sekitar 30 hari lagi mengalami gejala ini. Hehe...

Kalau orang ada yang mengalami hamil kebo alias hamil yang tidak merasakan gejala apapun seperti aku, mungkkin ada enaknya ya. Tapi apa rasanya ya? Tiba-tiba perut gendut begitu? Aku sih mulanya mungkin lumayan kesal dengan gejala ini karena jadi malas luar biasa. Lelah sangat. Tapi ya itulah barangkali alarm yang diciptakan untuk ibu hamil supaya tidak merasa gagah terus-terusan dan diingatkan jika ia sedang mengandung calon manusia.

Rasanya baru kali ini merasakan rasa lapar yang hebat tapi begitu makan sulit sekali makanan itu bisa dikunyah dan masuk ke lambung. Rasanya mual. Satu piring seperti seabad rasanya masa menghabiskannya. Sesudah makan rasanya ingin dikeluarkan. Tapi aku tahan. Benar saja, sekitar tiga jam kemudian sudah lapar lagi. Hehe...

Apapun deteksi orang terhadapku, aku tak peduli. Toh anakku masih ada dalam kandungan. Jadi siapapun boleh berkata apa saja. Dia belum muncul ke luar rahim. Terpenting aku bisa jaga diri. MEmang seperti terpenjara tidak ke mana-mana dan tidak banyak melakukan kegiatan. Tapi ini adalah hal yang kami nantikan selama dua tahun. Jadi kami akan berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik. Ya Gusti lindungi kami...

Sabtu, 27 Juni 2009

Minggu Ke-6

Alhamdulillah sudah memasuki pekan keenam. Rencananya Senin nanti mau USG. Disarankan USG kedua tempat kanan dan kiri lebih melebar. Siapa tahu waktu lagi USG calon orok nyumput :D Jadi nggak sabar nih pengen USG.

Gejala-gejala mual dan pusing masih kurasakan. Kadang-kadang juga ke luar lagi makanan atau minuman yang masuk ke perut. Rasa elah juga wuah... tak tertahankan. Begitu gletak di lantai langsung tidur. Enak sih, dingin... Tapi bahaya juga kalau kelamaan. Masuk angin.

Tadi ibu SMS menanyakan keadaan kehamilanku. Alhamdulillah baik-baik saja. Ibu berpesan agar aku tidak manja saat hamil. Kukatakan saja, bukan manja tapi dimanja. Suamiku benar-benar sangat khawatir dengan kehamilanku. Mungkin karena melihat kehamilanku yang lumayan terlihat berat bagi dia karena dia tidak merasakannya :)

Setiap kali mencuci, dia selalu bilang, "Neng jangan capek-capek." Begitu juga ketika aku ingin membersihkan kipas di kamar atau kegiatan apapun. Bahkan untuk ikut belanja membeli buah saja dia setengah hati mengizinkan aku ikut diboncengnya. Intinya aku nggak boleh ngapa-ngapain. Harus istirahat.

Aku sangat paham betapa suamiku mengkhawatirkan kami. Ini adalah kali pertama kami mengalami kehamilan. Dan, jika diperkenankan akan langsung mendapatkan dua. Jadi begitu khawatirnya ia jika aku terlalu lelah. I love you my hubby...

Mungkin yang agak berbeda di minggu ini aku doyan buah. Senang sekali tadi beli jeruk sama pir. Eh langsung dua buah kumakan. Padahal ukurannya jumbo. Jadinya beser pengen pipis melulu...:D

Ya Allah lindung kami semua, berikan kami yang terbaik. Lapangkan dada kami. Berkahi kami dengan kasih sayang-MU. Aamiin..

Jumat, 26 Juni 2009

Bisa Sedikit Bahasa Indonesia


Miris membaca laporan wawancara sebuah harian dengan seorang artis pendatang baru. Artis yang baru pertama kali main film Indonesia tersebut mengaku hanya bisa sedikit berbahasa Indonesia. Padahal ia adalah warga negara Indonesia (WNI). Ayah ibunya notabene orang Indonesia. Ia juga lahir di ibu kota negara Indonesia. Sejak brojol ke dunia, dia menghirup udara Indonesia. Ko dengan santainya dia berkata "Saya bisa Bahasa Indonesia, sedikit."

Kalau yang berkata seperti itu adalah Barrack Obama, tak jadi masalah. Toh dia di Indonesia hanya satu tahun lamanya. Tapi ini WNI asli yang mengatakan hal itu.

Dalam penuturannya, artis muda ini bersekolah di sebuah SD Internasional. Ia dibiasakan ayah ibunya berbahasa Inggris sejak kecil. Alasannya, mereka ingin anak-anaknya mudah berkomunikasi dengan orang dari seluruh penjuru dunia. Terdengar hebat ya? Tapi menurut saya justru aneh.

Oke dia bisa berkomunikasi dengan orang dari manapun (yang menggunakan Bahasa Inggris tentu saja) tapi dia sulit berkomunikasi untuk sekadar membeli gula di warung misalnya. Okelah dia bukan tipe anak yang suka diminta pergi ke warung karena seluruh kegiatan rumah tangga ada pembantu.

Tapi coba jika ia akan ditanya oleh temannya yang dari penjuru dunia itu, "Bahasa Indonesia itu seperti apa?" Akankah ia merasa bisa menjawabnya dengan baik jika dia tidak memiliki rasa Bahasa Indonesia lantaran tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari? Akankah orang yang hanya berbicara Bahasa Indonesia saat bersama pembantu saja ia bisa meresapi rasa bahasa nasional itu di dalam dirinya? Akankah ia merasa menjadi orang Indonesia kalau ia tidak fasih berbicara bahasanya sendiri?

Sedih rasanya mendengar hal itu ke luar dari mulut anak usia 10 tahun. Bahkan pewawancara menuliskan di akhir salah satu pernyataan artis muda ini, "tuturnya dalam Bahasa Inggris". Bayangkan, pewawancara saja harus menerima jawaban dalam bahasa Inggris dari seorang WNI yang tinggal di Indonesia sejak lahir. Tidak dijelaskan oleh pewawancara apakah ia pun harus bertanya dalam Bahasa Inggris. Tapi di salah satu pernyataannya, artis belia ini tidak mengerti naskah yang diterimanya karena ditulis dalam bahasa Indonesia! GUBRAK!! Dia baru paham maksud dialog-dialog yang ada di dalamnya setelah sang ibu mengalihbahasakannya dalam Bahasa Inggris. Malahan sang ibu memiliki harapan lain, anak-anaknya bisa berbahasa Perancis.

Menurut saya, sangat baik mempersiapkan anak menghadapi era globalisasi yang tinggal selangkah lagi. Mengajarkan dan membiasakan Bahasa Inggris adalah salah satunya. Tapi bukan berarti tidak menanamkan rasa kebahasaannya sendiri karena Bahasa Indonesia adalah jati diri kita orang Indonesia. Bukankah bahasa nasional kita Bahasa Indonesia? Menjadi bahasa pemersatu pun melalui perjuangan yang tidak mudah untuk sampai pada Sumpah Pemuda 1928. Berbahasa satu, Bahasa Indonesia. Jadi kalau memang orang Indonesia, wajib bisa berbahasa Indonesia sefasih Pangeran William dengan Bahasa Inggrisnya, Kim Jong-Il dengan Bahasa Koreanya, Mahmoud Ahmadinejad dengan Bahasa Persianya, Aishwarya Rai dengan Bahasa Hindinya, Jackie Chan dengan Bahasa Mandarinnya, dan siapapun dengan bahasa nasionalnya masing-masing. Bukan berarti mereka tidak bisa Bahasa Inggris atau mungkin bahasa asing lainnya tapi mereka tidak lupa, tidak melupakan akar dari mana mereka berasal.

Mungkin penyanyi Anggun bisa jadi contoh. Penyanyi asal Indonesia yang dulu dikenal dengan nama Anggun C Sasmi bisa melanglang buana tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai orang Indonesia. Meskipun saat ini dia sudah berpindah kewarganegaraan tapi dia masih merasa sebagai orang Indonesia karena kepindahan kewarganegaraannya lebih dikarenakan memudahkannya bertinggal di negeri orang. Maklum, dia orang sibuk yang konser keliling dunia. Jadi kalau harus bolak-balik ngurus perpanjangan izin tinggal kan repot. Makanya berpindah kewarganegaraan lebih cenderung ke arah sana.

Tapi coba saja kita lihat. Dia tetap cinta Indonesia. Dia tak pernah lupa membuat lirik versi Bahasa Indonesia untuk beberapa lagunya yang berbahasa Inggris. Terkadang ia juga memiliki lagu dan album versi Bahasa Perancis. Jadi, tidak harus lupa dengan bahasa tanah air sendiri kan? Buktinya dia bisa melakukannya dalam tiga bahasa, Indonesia, Inggris, Perancis dan semuanya bisa diterima masyarakat. Itu malah menjadi kelebihan di dari penyanyi lainnya.

Bahkan saking cintanya dengan Indonesia, dia selalu kangen dengan Teh Botol yang mungkin hanya ditemui di Indonesia. Dia juga berencana melakukan konser di kota-kota kecil di Indonesia. Bukan di mana-mana, di Indonesia. Diva internasional ini tidak lantas sombong. Walaupun dia sudah mengalahkan Beyonce Knowless dalam sebuah survey mengenai Diva Internasional yang memberikan inspirasi. Ia di peringkat empat dan Beyonce lima.

Coba saja, apakah Anggun lantas enggan berbahasa Indonesia ketika ia di Indonesia? Jangan salah, dia senang berbahasa Indonesia. Bahkan dalam salah satu wawancara, pewawancara pernah bertanya, "Masih bisa Bahasa Indonesia?" Anggun justru terlihat kaget. Saya lupa apa jawaban pastinya tapi yang jelas berisikan mengapa ia harus lupa dengan bahasa tempatnya berasal. Ia selalu menggunakan Bahasa Indonesia ketika berada di Indonesia. Bahkan dalam konsernya. Putri tercintanya pun dinamainya dengan nama yang Indonesia banget, Kirana.
Jadi, haruskah menaggalkan identitas diri yang asli demi globalisasi?

Rabu, 24 Juni 2009

Dua?

Ini bukan tentang Pilpres 2009 yang sedang heboh. Ini tentang kami, aku, suami, dan calon anakku.

Kami menikah tahun 2007. Alhamdulillah baru sekarang kami memiliki gejala akan memiliki keturunan :) Jadi lumayan lah dua tahun kami pakai untuk pacaran :D

Tahun lalu aku sempat memeriksakan diri ke dokter kandungan. Hasilnya, baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan diriku. Ada satu kista ukuran 1,7 mm yang katanya cukup kecil dan akan hilang jika aku hamil.

Namun rupanya Allah belum berkehendak. Suamiku yang trauma dengan dokter, enggan memeriksakan diri. Maklum, ia pernah menjadi korban malpraktek sehingga sulit baginya untuk percaya lagi dengan orang-orang berprofesi dokter. (Anda yang berprofesi dokter tidak usah kesal, ini hal yang wajar saja to?) Selain itu, pekerjaan suami yang tidak jelas waktu kerjanya menyulitkan dia untuk bisa memeriksakan diri di jam praktek dokter.

Akhirnya tiba masa di mana kami memiliki waktu luang untuk fokus pada keturunan. Pilihan kami adalah berobat kepada herbalis. Ini bukan dukun melainkan ahli pengobatan dengan ramuan tumbuh-tumbuhan yang diracik sendiri oleh herbalisnya.

Setiap pekan kami diperiksa dan dilihat perkembangannya. Rupanya di dalam rahimku ada tokso. Sedih rasanya mendengar hal itu. Namun sang herbalis memintaku untuk bersabar karena menurutnya itu bisa disembuhkan jika sudah terjadi pembuahan. Maka setelah terjadi pembuahan, aku mendapatkan obat anti virus tokso.

Alhamdulillah setelah sekitar tiga bulan berobat, aku dinyatakan positif hamil. Memang selain obat, aku juga diberi pantangan memakan makanan mengandung pengawet, makanan rasa asam, daging bakar. Itu semua memang biang penyakit. Rupanya tokso yang sempat kuderita lantaran dari kecil aku doyan sate dan ayam bakar. Kalau makanan dan minuman berpengawet, itu sih rasanya hampir semua ahli kesehatan melarangnya. Iya kan?

Bulan lalu aku tidak mendapatkan haid. Aku juga diminta untuk mengecek ke dokter atau bidan. Pilihanku jatuh pada bidan. Saat bidan memeriksa, dia tidak bisa "memegang" janin dalam tubuhku. Makanya aku diminta untuk kembali lagi dalam empat pekan yang jatuh Senin besok. Kami berencana USG.

Selama ini kami (aku dan suami) tetap memeriksakan diri ke herbalis karena perkembangan tiap minggu harus dipantau. Menurut herbalis, aku sudah mengandung sekitar tujuh pekan. Tapi perhitungan dokter atau bidan kemungkinan berbeda. Itu tidak menjadi masalah selama kami sehat-sehat saja.

Kabar mengejutkan hadir sekitar tiga pekan lalu. Menurut diagnosa herbalis, aku mengandung dua bayi, di kanan dan kiri. Namun untuk memastikannya aku diminta USG. Kebetulan jadwal USG Senin depan jadi aku tunggu saja lah. Hehe...

"Mudah-mudahan diagnosa saya benar. Tapi kalau misalnya hanya satu tetap diterima kan?" tanya herbalis pada kami. Ya tentu saja kami menerima. Itu kan anugerah. Masa iya kami tidak menerimanya. Toh kami sudah menunggu dari 2007 :)

Apapun hasil USG nanti, kami pasrah. Tentunya harapan kami diagnosa herbalis itu benar. Suamiku memang memiliki garis keturunan kembar, jadi siapa tahu benar. Apalagi kalau melihat gejala kehamilan yang aku rasakan. Kata orang-orang di sekitarku, "Ko payah banget hamilnya?"

Memang rasa mual dan pusing tak henti-hentinya mendera. Keinginan untuk buang air kecil juga sangat sering. Padahal kalau baca di artikel-artikel kehamilan, di usia tujuh minggu belum sesering ini buang air kecilnya.

Ya kami berharap yang terbaik. Mudah-mudahan harapan kami memang yang terbaik bagi kami. Doakan kami ya..

Main Game

Aku bukan pecinta game. Mau itu game di handphone, komputer, online, tak satupun yang menjadikanku suka, apalagi cinta. Pikirku, main game buat apa sih?

Game yang ada di handphone-ku saja nilainya masih kosong sampai akhirnya adikku yang memulai untuk mengisinya dengan angka-angka. Karena dia asik, aku jadi penasaran apa sih yang membuatnya stand by bermain dengan handphone-ku? Kucoba bermain rupanya seru juga. Hehe..

Lalu kulihat keponakanku bermain game di komputer. Kuperhatikan cara bermainnya. Lumayan mudah. Tinggal klak-klik mouse. Maklum, permainannya hanya mencocokkan warna, makanan yang dipesan, buat anak-anak SD lah. Hehe.. Kalau permainan yang heboh-heboh seperti perang-perangan wah nggak tertarik sama sekali. Berisik pula.

Permainan mencocokkan ini membuatku keasikan sendiri. Aku bermain dengan dua nama. Haha... Satu untuk menguji kemampuan sekali jalan, yang satu lagi untuk selalu mencetak angka "Ahli" alias "Expert" dalam setiap fase. Rupanya susah juga. Haha..

Ada lagi permainan yang membuatku ingin mencetak rekor baru, yaitu permainan mahjong di handphone suamiku. Aduh kesel banget rasanya. Tadi gara-gara telat sepersekian detik saja langsung game over. Sebel deh... Kan jadi harus ngulang lagi. Pfuih..

Untungnya sih nggak sampai keterlaluan sukanya sama main game. Masih bisa ngerem lah.. Nggak sampai lupa makan (wah ini sih nggak mungkin lupa :D), lupa pekerjaan rumah, lupa diri. Nggak lah alhamdulillaah... Jadi boleh dibilang nggak sampai addict. Toh seminggu nggak main game itu pun nggak masalah asalkan ada game yang lain. Haha..

Cuma satu nih yang belum kucoba, main game online. Bakalan ketagihan nggak ya? ;)