Kamis, 02 Agustus 2012

Editor Cilik

Saya baru merasakan manfaat membacakan buku pada balita. Diam-diam bakat editor ada pada Faiz (2 tahun 6 bulan). Hehehe...mungkin saya kegeeran ya? Nggak apa-apa lah. Saya senang kok. Hihihi..

Faiz ala Ayu Ting Ting

Satu hari kami berkunjung ke Bandung. Saya sedang menjemur pakaian dan meninggalkan Faiz sendiri di ruang tengah. Ia sedang bermain mobil-mobilan.

Lalu saya curiga karena tak ada ocehan dari mulut lelaki kecilku itu. Biasanya ini tanda-tanda ia menemukan aktivitas baru yang cenderung ke arah merusak atau membahayakan. Maka saya pun menengok melalui jendela samping sekitar empat meter dari tempat menjemur.

Benar saja. Faiz sedang memegang ponsel milik kakakku. Khawatir akan dilempar (biasanya ia memang senang melempar ponsel), kuketuk kaca jendela.

"Tidak boleh! Simpan!"

Faiz menurut. Ia kemudian jongkok dan menaruh ponsel itu di lantai. Ketika ia melakukannya, saya kembali menjemur. Tak disangka, Faiz merasa kehilangan saat tak menemukan saya di jendela. Tiba-tiba ia berseru berulang-ulang sambil menggedor-gedor kaca jendela.

"Ibu! Di mana kau, ibu!"

Saya yang sedang memeras pakaian jadi tak bertenaga. Lucu sekali pilhan katanya.

Masam

Masih di Bandung. Kali ini dengan kakak saya. Faiz mengamati abang sepupunya yang sedang menikmati yoghurt.

"Faiz nggak boleh ya. Ini acem," kata kakakku.

"Masam," sahutnya.

Atau Apa

Saya sudah membiasakan Faiz memilih untuk kepentingannya sendiri. Seperti pakaian dan mainan.

Satu hari Faiz mengajak wawonya bermain bersama. Mereka mendatangi kotak mainan. Karena tak mungkin dimainkan semua, ia diberi pilihan.

"Faiz mau yang mana? Ini apa ini?" tanya wawo sambil menunjuk mainan.

"Faiz mau yang mana? Ini atau ini?" ulangnya mengoreksi pilihan kata wawo.

Matching Kancing

Faiz (2tahun 5bulan) memiliki sepasang bantal guling mungil bergambar karakter Ben10. Ini hadiah dari uanya saat ulang tahun pertama. Bantal dan guling ini berwarna hijau dan kuning.

Satu malam menjelang tidur.

"Ih, Faiz bajunya sama dengan Ben10, hijau kuning!" sahutku. Faiz memperhatikan baju kaos yang dipakainya. Warnanya memang nyaris serupa.

"Eh, ibu juga bajunya hijau. Matching nih ada hijaunya kita," kataku lagi. Faiz lalu melihat daster kembang-kembang hijau yang kukenakan.

Mana kancingnya? Baju Faiz ga ada kancingnya. Baju ibu ada kancingnya!" seru putraku itu.

Hahaha ada-ada saja.

Anak Nakal atau Banyak Akal?

Ini adalah buku antologi ke tiga saya. Judulnya "Anak Nakal atau Banyak Akal?" Terbitan Elex Media Komputindo pada Juni 2012. Masih fresh lah. Coba cari di toko buku senusantara deh. Ga akan susah nemuinnya :)

Audisi antologi ini sekitar pertengahan tahun 2011. Jadi kurang lebih satu tahun prosesnya untuk bisa menjadi buku. Makanya membaca buku ini seolah bernostalgia. Soalnya anak-anak yang diceritakan dalam buku ini setidaknya sudah bertambah tua satu tahun dari saat mereka jadi bahan cerita. Namanya anak-anak, satu tahun pasti banyak perkembangan yang dilaluinya. Termasuk "kenakalannya".

Faiz juga begitu. Sewaktu saya menuliskan pengalaman menghadapi "kenakalan" Faiz dalam audisi ini, putra saya itu baru berusia 17 bulan. Jangankan berbicara, lari saja dia belum mahir. Ketika buku ini hadir, Faiz sudah berusia 28 bulan. "Kenakalan"-nya jauh lebih banyak. Ya prilakunya, ya bicaranya. Tentunya jika audisi itu baru ada sekarang, saya akan kebingungan menceritakan "kenakalannya" yang mana. Saking banyaknya. Hehehe...

Menyenangkan bisa ada dalam buku ini. Banyak penulis yang sudah biasa terpampang namanya dalam buku solo maupun antologi lain. Buat saya ini istimewa. Karena ini adalah buku pertama saya yang sifatnya komersil. Jadi, beli ya ;)

Ah, iya. Judul tulisan saya di sini adalah "Spons Itu Bernama Faiz".