Selasa, 22 Desember 2009
Senam Hamil
Sabtu lalu kucoba hal baru, senam hamil. Usia kandunganku sudah lebih dari 32 pekan. Kalau dikonversikan, sekitar 7,5 bulan.
Sebenarnya aku sudah ingin mencoba senam hamil sejak usia kandunganku 5 bulan. Namun saat itu pihak RSIA Budi Kemuliaan, tempatku kontrol kehamilan dan senam hamil, menolak. Mereka bilang, jika usia kandungan sudah di atas 7 bulan, barulah ibu-ibu hamil diperbolehkan mengikuti senam hamil. "Ibu, yang penting untuk ibu saat ini adalah makan yang banyak, makan makanan bergizi, bukan senam. Senam nanti saja" kurang lebih seperti itulah pesan yang disampaikan padaku saat bertanya soal senam hamil.
Barulah Sabtu kemarin aku menjalaninya. Senam hamil memang hanya diadakan satu kali dalam sepekan, setiap Sabtu sekitar pukul 10.00. Biayanya Rp 10.000 setiap kedatangan. Kami diperbolehkan menggunakan baju senam yang disediakan tanpa menambah biaya. Lamanya senam relatif. Semakin banyak pertanyaan, semakin lama pula senamnya. Apalagi jika yang mengikuti senam cukup banyak. Ya, memang senam hamil lebih banyak konsultasinya daripada senamnya :)
Aku bukanlah tipe penyuka olah raga. Tapi semenjak kandunganku membesar, aku merasa harus melakukannya. Maklum, ini adalah kehamilan pertamaku dan aku akan melahirkan di Jakarta, bukan di Bandung, tempat orang tuaku berada. Jadinya aku tidak ingin merepotkan keluarga suami. Makanya sebisa mungkin aku berupaya mencari cara agar kelahiranku kelak
berjalan lancar. (KOk kesannya kalau lahiran di Bandung, aku ingin merepotkan orang tuaku ya? Hehe..)
Pada kesempatan kemarin, hanya empat orang peserta senam hamil. Aku adalah ibu hamil dengan usia kandungan paling muda. Lainnya berusia 33, 35, dan 37 pekan. Lucu ya, semuanya berangka ganjil, aku sendiri yang genap, 32. Bentuk perut kami bisa dikatakan mirip. Setelah bertanya-tanya, rupanya hasil USG bayi-bayi kami menunjukkan jenis kelamin yang sama. Keempatnya juga merupakan kehamilan pertama. Benar-benar klop. Yang tidak klop mungkin hanya pemeriksanya saja. Mereka bertiga diperiksa dokter spesialis yang berbeda-beda sementara aku oleh bidan. Tapi alhamdulillah semuanya dalam kondisi sehat.
Senam hamil tak seperti dugaanku sebelumnya. Untuk satu gerakan saja, konsultasinya panjang sekali. Tadinya kupikir senam dulu sampai selesai barulah diadakan konsultasi. Rupanya tidak. Konsultasi berlangsung selama senam. Jadinya lebih santai suasananya. Kami diberi tahu untuk apa manfaat gerakan-gerakan tersebut sekaligus juga bagaimana menjaga kehamilan. Sampai informasi seputar kelahiran dan merawat bayi kamipun mendapatkannya.
Senam hamil lebih bermanfaat jika secara rutin kami melakukannya sendiri di rumah. Kami tidak diwajibkan untuk selalu datang tiap Sabtu lantaran senam lebih bermanfaat jika dilakukan kapanpun saat ibu hamil sedang merasa santai. Hanya saja, jika usia kandungan sudah mencapai 38 pekan, kami dianjurkan datang kembali untuk senam hamil. Pasalnya untuk ibu-ibu hamil dengan usia kandungan di atas 38 pekan akan mendapatkan senam khusus jelang kelahiran, yaitu belajar mengedan.
Terus terang, untuk melakukan senam hamil setiap hari aku masih takut. Entahlah, ada rasa khawatir jika bayiku terganggu.. Jadi saat ini aku melakukannya dua hari sekali menjelang tidur. Rasanya sih masih biasa-biasa saja ya. Tapi bayiku aktif selama ibunya senam. Dia ikutan jumpalitan barangkali. Padahal gerakan senam hamil kan tidak heboh. Kami hanya diajak mengatur pernafasan, menggerakkan kaki agar tidak kram dan mengurangi bengkak, mengangkat punggung dan bokong untuk menghindari ambeyen, dan menggerak-gerakkan punggung hingga pinggang ke kanan dan kiri agar mengurangi rasa sakit pinggang yang mendera ibu hamil selama hamil tua.
Memang pada masanya nanti, kemungkinan lupa sangat besar. Apa-apa yang diajarkan selama senam hamil bisa jadi hilang dalam benak ketika melahirkan. Maklum saja, rasa sakit yang mendera saat kelahiran katanya sih tak tertahankan. Makanya, kata instruktur senam yang juga seorang bidan (aku lupa namanya) mengatakan, kelak petugas akan mengingatkan ibu selama kelahiran.
Ia juga menyarankan kepada kami berempat untuk meminta maaf kepada suami dan orang tua. Tak sedikit yang katanya memarahi suaminya saat melahirkan. Kepada orang tua, sudah jelaslah. Banyak dosa kita kepada mereka. Kita pun dianjurkan memohon restu mereka untuk proses melahirkan kelak.
Aku sudah berangan-angan ingin mendatangi orang tuaku di Bandung. Tapi sampai saat ini belum terlaksana. Suami belum mengizinkan. Bukan karena tidak rukun dengan mertuanya, tapi ia khawatir dengan kandunganku. Maklumlah ini anak kami, kehamilan yang pertama. Kami menantinya sejak 2007. Wajar dong kalau kami punya banyak pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Anak kami, ya wajarlah kami memanjakannya. Kalau bukan kami, memangnya siapa yang mau memanjakannya? Hehe...
Walapun misalnya tidak sampai bertemu muka dengan orang tua, sekarang kan sudah bukan jaman batu. Kami bisa mengontak mereka melalui telepon. Mudah-mudahan itu tidak mengurangi rasa hormat kami kepada mereka. Insyaallah ibu dan bapak di Bandung mengerti. Ibuku selalu bilang, "Anak ibu semuanya peremupan. Ibu sudah siap jika suatu saat nanti diambil oleh suami-suaminya". Paling tidak ibu dan bapak sudah siap mental.
Ah ya, hari ini adalah hari ibu. Selamat hari ibu untuk seluruh ibu di Indonesia, terutama ibuku, Atisah. Semoga Allah memberkahi, merahmati, meringankan langkah, mengampuni segala dosamu wahai ibuku...
Ada satu kalimat yang membuatku menangis tadi siang. Seorang presenter di televisi mengatakan "Walaupun kamu sanggup menggendong ibumu berthawaf dan bersa'i di tanah suci, itu hanyalah satu helaan nafas ibumu saat melahirkanmu dulu".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
emangny klo sbelum umur 7 blan knapa ?? apa efekny koq ga bleh ikutn snam ??
BalasHapusbtw apakh sista tahu dmana tmpt yg nyediain baju senam muslim berkualits