Jumat, 15 Januari 2010

USG 4D

Hari Senin kulakukan USG 4D. Mulanya hendak kulakukan Rabu di pekan sebelumnya. Saat itu aku mendatangi bidan untuk kontrol rutin bersama suamiku. Biasanya aku sendirian. Berhubung saat itu jadwalku USG dan kami ingin USG 4D, maka suamiku ikut. Tapi rupanya lain rencana lain pula ceritanya.

Aku tidak tahu jika USG 4D punya jadwal tersendiri. RSIA Budi Kemuliaan tempatku memeriksakan kehamilan hanya menyediakan waktu tiga hari dalam sepekan untuk USG 4D, yaitu Senin, Rabu, dan Jumat. Itupun tidak sepanjang hari, hanya dimulai pukul 15.00. Jadilah kami batal melakukan USG 4D saat itu. Pasalnya suamiku tidak bisa mendampingi jika harus sore hari. Di jam-jam seperti itu, ia justru sibuk mengejar dateline. Padahal rencananya, ia ingin merekam proses pengambilan gambar USG. Maklum kehamilan anak pertama, jadinya agak norak. Hehe... Jadi meskipun ketika itu hari Rabu, kamipun pulang. Eh salah, aku saja yang pulang, dia sih langsung ke tempat kerja.

Kami sepakat mencari tempat lain yang memungkinkan dapat mengambil gambar USG 4D di pagi atau siang hari. Di rumah, akupun mencari info lewat 108 (hihi..jadi kayak promosi Telkom). Beberapa nama laboratorium kudapat. Hanya satu yang memiliki fasilitas USG 4D. Tapi lagi-lagi jadwalnya sore hari. USG 4D pagi hari hanya hari Senin dan Selasa. "Telepon dulu kami satu hari sebelum USG untuk appointment ya, Bu", kata bagian informasi sebuah laboratorium swasta ternama (dari suaranya sih terdengar jelas laki-laki).

Setelah sepakat dengan suami untuk USG 4D di laboratorium tersebut ari Senin, maka aku menelepon di hari Jumat. Pikirku, laboratorium beroperasi dari Senin sampai Jumat. Ini kusimpulkan dari jadwal USG yang diberikannya saat aku menelepon sebelumnya. Ketika itu bagian informasi mengatakan, jadwal USG 4D di laoratorium ternama itu pagi hari pukul 08.00 untuk hari Senin dan Selasa. Sementara hari Rabu, Kamis, dan Sabtu dibuka sore hari pukul 15.00. Jadinya kupikir untuk dijadwalkan appointment hari Senin, aku harus mengonfirmasi hari Jumat.

Tapi ternyata jauh panggang dari api. Bagian informasi laboratorium yang sama mengungkapkan hal berbeda ketika aku menelepon dengan tujuan membuat appointment. (Kali ini suaranya sangat jelas perempuan). Ia bilang, USG 4D hanya bisa dilakukan hari Sabtu dengan waktu yang tidak ditentukan. Calon pasien akan diberitahukan melalui telepon jika sudah ada kepastian waktu pengambilan gambar.

Tadinya kupikir tak apalah jika Sabtu ini laboratorium itu akan melakukan USG 4D. Tapi rupanya, dokternya tidak bisa. Ia baru dapat melayani satu pekan lagi. Wah kacau. Walaupun demikian, aku tetap memberikan nomor telepon selularku sebagai jaga-jaga jika memang harus USG 4D di tempat itu.

Kemudian aku berpikir untuk melakukan USG 4D di rumah sakit lain. Kutelepon rumah sakit-rumah sakit yang berada di sekitar kediamanku. Hanya ada satu rumah sakit besar yang membuka USG 4D setiap hari. Tapi aku harus menjadi salah satu dokter obgyn di sana untuk bisa melakukan USG 4D. Pasien luar rumah sakit tidak bisa begitu saja melakukan USG. Duh kok riebet banget ya. Soalnya setahuku, di RSIA BUdi Kemuliaan, USG bisa dilakukan kepada siapa saja, baik itu pasien RSIA Budi Kemuliaan maupun bukan. Semua perlakuannya sama. Tak perlu ada rekomendasi dari siapapun. Apalagi sampai ada syarat harus menjadi pasien dokter obgyn tertentu untuk bisa USG 4D.

Melihat kondisi seperti ini, akhirnya aku dan suami berkeputusan melakukan USG 4D di RSIA Budi Kemuliaan hari Senin. Dengan berat hati, suamiku tak mendampingi. padahal ia ingin sekali merekamnya. Tak apalah. Toh ada foto yang bisa dilihatnya kelak.

Suamiku senang dengan hasil USG 4D. Begitupun aku. Anak kami tampak sehat, montok, alhamdulillah organ tubuhnya lengkap. Dari tiga foto yang dicetak, satu dia antaranya menunjukkan wajahnya. Lucu sekali. Salah satu jempol tangannya berada di pipi kirinya. Sudah bergaya saja dia.

Untuk memperoleh tampilan wajah itu, susah payah sang sonografer memotretnya. Berkali-kali anak kami menutup wajahnya setiap kali hendak dipotret. Bukan hanya menutupinya dengan tangan tapi juga dengan kaki! Salto barangkali dia. Sampai-sampai sonografernya memohon. "Ayo dong Dek,sebentar saja. Biar bisa kelihatan mukanya".

Entah karena permohonan tersebut atau bukan, tak lama ia pun memperlihatkan wajahnya plus jempol yang ditempelkan di pipi. Seolah-olah ia berkata, "Oke deh". Kesempatan itu tak disia-siakan sonografer. Ia pun segera memotret dan mencetaknya.

Ah anakku, sudah bisa bercanda kamu. Seperti apa ya kelak dirimu saat lahir? Apakah benar beratmu 3,2 kilogram seperti yang terekam dalam USG? Ataukah mungkin lebih besar lagi? Soalnya waktu kontrol rutin ke bidan dua hari setelah USG, bidan mengatakan persentase melesetnya ukuran bayi bisa sampai 10 persen. Jadi ada kemungkinan anakku sebenarnya sudah 3,4 kilogram. Besar juga ya, mengingat aku saat dilahirkan ibuku dulu hanya 2,9 kilogram.

Bagaimana pun kami kini tengah menghitung hari. Insyaalah keluarga kami akan bertambah anggota. Kami nanti engkau, anakku... We love you already :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar